Malam Satu Suro : Ruwat Deso, Danyange Teko.

Sebelum memulai cerita, nama tokoh dan lokasi kejadian akan saya samarkan untuk menghormati kepercayaan masyarakat di desa ini.

Malam Satu Suro
Malam Satu Suro

Sebelum memulai cerita, nama tokoh dan lokasi kejadian akan saya samarkan untuk menghormati kepercayaan masyarakat di desa ini. 

Bagaimanapun saling menghargai kepercayaan adalah kewajiban seorang manusia. Dan bagi yang mengerti lokasi, harap disimpan sendiri saja.

Malam Satu Suro atau nama lain dari Malam Tahun Baru Islam adalah merupakan malam yang disucikan dan di istimewakan bagi umat Islam dan penganut kepercayaan Kejawen.

Mereka mempercayai bahwa pada malam satu suro segala kebaikan dan keburukan dalam satu tahun akan berpusat di malam itu.

Itulah mengapa para penganut spiritual terkait berlomba lomba untuk berikhtiar dan bersemedi guna untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Tentunya, definisi malam satu suro pada setiap daerah maupun manusia pasti berbeda beda. Namun tujuan utamanya tetap dalam rangka memperingati tentang Tahun Baru Islam.

Berbicara mengenai malam satu suro, saya pernah mempunyai pengalaman antara menggelitik dan sedikit ngeri.

Pengalaman yang menjadikan saya sebagai pribadi yang lebih bisa menghargai keyakinan antara sesama manusia.

Hari itu saya ingat sebagai pengalaman pertama saya mengikuti rangkaian kegiatan malam satu suro. Karena sebelumnya saya tidak pernah mengikutinya, cuma curi dengar dari para lelaku spiritual. Dan cerita yang dituturkan pun selalu menggugah antusias saya

Suatu kebetulan karena saat masih ikut mbak kerja di desa S*****, saya berkesempatan untuk ikut dan berpartisipasi dalam rangkaian acara malam satu suro yang kemudian acara tersebut disambung dengan acara Ruwah Desa.

Ruwah desa/ruwatan desa merupakan serangkaian acara yang bertujuan untuk membersihkan desa dari bala' (musibah) dan segala penyakit. Yang nantinya harapan agar desa tersebut kembali menjadi desa yang sehat dan makmur

Sore hari selepas kerja, saya bersama rekan kerja senior saya sebut saja namanya Mas Toni sepakat mengikuti rangkaian malam suro dan ruwat deso.

Kebetulan beliau bekerja di sektor penanggungan jawab desa tempat kami bekerja.

Sedikit bungkuk dan rambut putihnya terurai menutupi wajahnya. Saking ketakutannya, ia menggenggam tanganku tadi.

Abah mengatakan bahwa nenek tersebut adalah salah satu danyang di desa ini.

"Sek uti, kakung e durung metu. Berarti deso sek aman"

(Masih nenek, kakeknya belum muncul. Berarti keadaan desa masih aman). Abah berkata bahwa penunggu desa ini adalah sepasang kakek-nenek.

Bila salah satu diantaranya menampakkan diri, desa diperkirakan masih dalam kondisi aman.

"kabeh balik maneh nang awak e dewe. Abah mek ngormati tradisie mbah mbah buyut." (Semua kembali ke kepercayaan sendiri sendiri, Abah cuma menghormati tradisi mbah buyut)

Kulihat jam, sudah pukul 2 dinihari. Abah mengajak kami untuk tidur dirumahnya.

Beliau mengajak tidur dirumahnya agar kami tidak sawanen (ketakutan). Dan kami pun menyetujui ajakan abah.

Sampai esok hari setelah sarapan saya pamit pulang. Karena memang hari libur juga. Kami mengucapkan terimakasih kepada abah.

"Ojo kapok yo le, hahaha"

(jangan kapok ya nak, hahaha) guyon abah. Mas Toni yang wajahnya masih mecucu karena guyonan abah cuma manggut manggut saja.

Setelah mengantar mas Toni akupun pulang menuju rumah.

Tradisi malam satu suro memang dilaksanakan berbeda beda oleh setiap manusia. Tergantung dari niat dan kebutuhan manusia itu sendiri.

Namun tradisi ini hanya salah satu dari sekian ribu tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia

Dan kita sebagai manusia, wajib untuk menghormati tradisi tradisi tersebut.

Karena bagaimanapun mereka beribadah sesuai dengan cara dan keyakinan mereka masing masing. Kita sebagai manusia tidak berhak untuk melarang atau bahkan menuduh salah cara orang lain beribadah.

Selamat malam.

Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment