[LENGKAP] Sejarah Desa Sered

Pada akhir masa perang tanah jawa atau yang dikenal dengan Perang Diponegoro tahun 1830 setelah tertangkapnya beliau oleh kompeni di magelang, satu ta

Pada akhir masa perang tanah jawa atau yang dikenal dengan Perang Diponegoro tahun 1830 setelah tertangkapnya beliau oleh kompeni di magelang, satu tahun kemudian 1831 Raden Tumenggung Dipayudha IV diangkat menjadi Bupati Banjarnegara.

Disebelah timur laut Kadipaten Banjarnegara salah seorang prajurit pangeran diponegoro mengasingkan diri diwilayah dukuh dengan struktur wilayah yang berlegak-legok (tidak rata-naik/turun) yang sekarang dikenal dengan nama dusun Ciledok.

Beliau adalah seorang ulama sakti yang kemudian oleh penduduk setempat disebut sebagai Ki Ageng Bramasari, seorang petani yang memiliki sawah di daerah Pejawaran. Dalam membajak sawahnya beliau menggunakan seekor kerbau yang berwarna kuning yang kemudian penduduk menyebutnya kerbau kuning.

Setiap akan membajak sawahnya Ki Ageng Bramasari membuat tali dari bambu, untuk mengikat kayu bakar dan rumput pakan kerbaunya. Mata bambu yang terkelupas dan jatuh dalam beliau membuat tali, akhirnya tumbuh menjadi tanaman bambu yang sangat lebat dan rimbun, yang pada akhirnya menjadi sebuah kebun yang kemudian dipergunakan sebagai kandang kerbau kuning, yang saat ini terkenal dengan nama Kebun Sikandang.

Kemudian pada saat Ki Ageng Bramasari hendak mengguyang (memandikan) kerbaunya beliau membuat cemethi (pecut) dari bambu, dan serat bambu yang tajam (inis) nya dibuang di Nggalur (daerah krajan) kemudian inis tersebut tumbuh menjadi kebun bambu yang rimbun, yang kemudian bambu tersebut dinamakan Pring Inis (bambu inis).

Salah satu petilasan (punden) Ki Ageng Bramasari di dusun ciledok adalah tempat sajadah yang sampai saat ini dikeramatkan oleh sebagian penduduk, tepatnya disebelah tenggara (timur agak ke selatan) kebun bambu sikandang yang saat ini sudah berubah menjadi lapangan yang diberi nama "Maheso Gadhing" oleh Bapak Camat Madukara Tenang Suparyo, BA pada tahun 2006, Maheso artinya Kerbau dan Gadhing artinya Kuning (bahasa jawa).

Punden tersebut dilingkari oleh empat pohon beringin dan dipagar dengan turus (pagar tumbuhan hidup). Petilasan tempat sajadah tersebut tanahnya selalu menonjol keatas menyerupai gundukan, walaupun sudah diratakan berkali-kali selang beberapa hari selalu kembali membentuk gundukan seperti semula.

Pada suatu waktu, dusun ciledok tempat ia bermukim terjadi huru-hara. Seorang maling adiguna yang mencuri di perkampungan ditangkap oleh beliau dengan perkelahian yang sengit hingga Ki Ageng Bramasari lah yang keluar sebagai pemenangnya.

Kemudian maling tersebut diarak/diseret sepanjang jalan hingga ke wilayah kademangan krajan yang saat itu dipimpin oleh Demang Udawijaya. Akhirnya lokasi sepanjang jalan dari Dukuh Ciledok ke Kademangan Krajan yang dilalui Ki Ageng Bramasari untuk menyeret maling tersebut ditetapkan menjadi sebuah desa yang dinamakan Desa Sered.

Data KEPALA DESA SERED dari masa ke masa :

1. UDA WIJAYA                     1816 - 1831
2. SAYU                                  1831 - 1846
3. SETRA MENGGALA        1846 - 1886
4. WIRYOHARDJO MAS     1886 - 1889
5. RANADI WANGSA          1889 - 1892
6. MERTADI WANGSA        1892 - 1913
7. RANA REDJA                   1913 - 1941
8. KARTA WIKRAMA         1945 - 1964
9. T. WIRJO MIHARDJO     1964 - 1989
10. SOGOL SAKDIONO     1989 - 1995
11. SUTARNO                     1995 - 2004
12. H. KHASANI                 2004 - 2008
13. SUTARNO, A.Ma.Pd     2009 - 2015
14. ROKHADI                     2015 - 2021

Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment