[LENGKAP] Sejarah Kabupaten Bantul, Yogyakarta

Bantul memang tak bisa dilepaskan dari sejarah Yogyakarta sebagai kota perjuangan dan sejarah perjuangan Indonesia pada umumnya. Bantul menyimpan bany

Kabupaten Bantul, Yogyakarta

Bantul (bahasa Jawa: ꦧꦤ꧀ꦠꦸꦭ꧀, Pegon: بانتول, translit. Bantul, pengucapan bahasa Indonesia: [ˈbantʊl]) merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibu kotanya berada di kapanewon Bantul. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2020, jumlah penduduk kabupaten Bantul sebanyak 954.706 jiwa. Penduduk tersebut dengan wilayah terbanyak ada di Kapanewon Banguntapan berjumlah 113.298 jiwa, dan paling sedikit berada di Kapanewon Srandakan berjumlah 31.082 jiwa.

Moto kabupaten ini adalah Projotamansari, yang merupakan singkatan dari Produktif-Profesional, Ijo royo royo, Tertib, Aman, Sehat, dan Asri. Kabupaten Bantul berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman di sebelah utara, Kabupaten Gunung Kidul di sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah Selatan, serta Kabupaten Kulon Progo di sebelah Barat.

Bagian selatan kabupaten ini berupa pegunungan kapur, yakni ujung barat dari Pegunungan Sewu. Sungai besar yang mengalir di antaranya Kali Progo (membatasi kabupaten ini dengan Kabupaten Kulon Progo, Kali Opak, Kali Tapus, beserta anak-anak sungainya.

Kabupaten Bantul terkenal akan wisata alam dan pantainya yang indah, hal ini yang membuat objek wisata di Kabupaten Bantul sering dikunjungi dan dicari banyak wisatawan lokal maupun mancanegara.

Beberapa pantai yang terkenal di Kabupaten Bantul adalah Pantai Parangtritis dan Pantai Parangkusumo, kedua pantai tersebut telah menjadi icon pariwisata di Yogyakarta sejak lama.

Pada 27 Mei 2006, gempa bumi besar berkekuatan 5,9 skala Richter mengakibatkan kerusakan yang besar terhadap daerah ini dan kematian sedikitnya 3.000 penduduk Bantul. Daerah yang terkena dampak terparah dari gempa tersebut adalah Pundong dan Imogiri.

Pusaka dan Identitas Daerah

Tombak Kiai Agnya Murni berasal dari kata agnya berarti perintah atau pemerintahan dan murni adalah suci/bersih. Sehingga dengan tegaknya pusaka itu membawa pesan ditegakkannya nilai kehidupan berperadaban sebagai pilar utama membangun pemerintahan yang bersih.

Tombak pusaka Kiai Agnya-murni mengisyaratkan pamoring kawula Gusti. Dalam khazanah Jawa, dikenal istilah budaya berpamor agama. Sehingga dalam dimensi vertikal memiliki makna pasrah diri dan tunduk patuh insan ke haribaan Sang Khalik. Dalam dimensi horizontal mengisyaratkan luluhnya pemimpin dengan rakyat.

Tombak pusaka ini diberikan oleh sultan Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Peringatan Hari Jadi ke-169 Kabupaten Bantul, Kamis 20 Juli 2007. Tombak ini memiliki dapur Pleret, yang mengisyaratkan Kabupaten Bantul agar mengingat keberadaan Pleret sebagai historic landmark yang menandai titik awal pembaruan pemerintahan Mataram Sultan Agungan yang cikal bakalnya berada di Kerta Wonokromo.

Tombak yang memiliki pamor wos wutah wengkon (melimpahnya kemakmuran bagi seluruh rakyat), dapat eksis bila ditegakkan pada landeyan (dasar) kayu walikukun. Landeyan itu simbul keluhuran budaya berbasis ilmu berintikan keteguhan iman.

Geografi

Kabupaten Bantul terletak antara 07° 44′ 04″ – 08° 00′ 27″ Lintang Selatan dan 110° 12′ 34″ – 110° 31′ 08″ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten adalah Bantul 508,85 Km2, berarti 15,90% dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kabupaten Bantul, Yogyakarta

Topografi

Topografi sebagai dataran rendah 40% dan lebih dari separuhnya (60%) daerah perbukitan yang kurang subur, secara garis besar terdiri dari:

  • Bagian Barat, adalah daerah landai yang kurang serta perbukitan yang membujur dari Utara ke Selatan seluas 89,86 km2 (17,73 % dari seluruh wilayah).
  • Bagian Tengah, adalah daerah datar dan landai merupakan daerah pertanian yang subur seluas 210.94 km2 (41,62 %).
  • Bagian Timur, adalah daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian Barat, seluas 206,05 km2 (40,65%).
  • Bagian Selatan, adalah sebenarnya merupakan bagian dari daerah bagian Tengah dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikit berlaguna, terbentang di Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek.
Kabupaten Bantul dialiri 6 Sungai yang mengalir sepanjang tahun dengan panjang 114 km2. Yaitu:
  • Sungai Oyo: 35,75 km
  • Sungai Opak: 19,00 km
  • Sungai Code: 7,00 km
  • Sungai Winongo: 18,75 km
  • Sungai Bedog: 9,50 km
  • Sungai Progo: 24,00 km

Iklim dan Cuaca

Menurut klasifikasi iklim Koppen, wilayah Kabupaten Bantul memiliki iklim muson tropis (Am). Sama seperti kabupaten lain di Indonesia, musim hujan di Bantul dimulai bulan November hingga April dan musim hujan ini dipengaruhi oleh angin muson barat daya–barat yang bersifat lembab dan basah.

Sementara itu, musim kemarau yang diakibatkan oleh angin muson tenggara–timur yang bersifat kering dan dingin berlangsung pada bulan Mei hingga Oktober. Curah hujan di Bantul adalah 1942 mm per tahun dengan hari hujan berkisar antara 100–130 hari hujan, dan bulan paling tinggi curah hujannya adalah Januari dan Februari. Suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata berkisar pada 22° hingga 31° derajat Celsius.

Sejarah

Bantul memang tak bisa dilepaskan dari sejarah Yogyakarta sebagai kota perjuangan dan sejarah perjuangan Indonesia pada umumnya. Bantul menyimpan banyak kisah kepahlawanan, seperti perlawanan Pangeran Mangkubumi di Ambarketawang, upaya pertahanan Sultan Agung di Pleret, dan perjuangan Pangeran Diponegoro di Selarong.

Kisah perjuangan pionir penerbangan Indonesia yaitu Adisucipto, pesawat yang ditumpanginya jatuh ditembak Belanda di Desa Ngoto. Sebuah peristiwa penting yang dicatat dalam sejarah adalah Perang Gerilya melawan pasukan Belanda.

Saat itu, pasukan Indonesia berada di bawah kepemimpinan Jenderal Sudirman (1948) dan mereka banyak bergerak di sekitar wilayah Bantul. Wilayah ini pula yang menjadi basis, "Serangan Oemoem 1 Maret" (1949) yang dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Tolok awal pembentukan wilayah Kabupaten Bantul adalah perjuangan gigih Pangeran Diponegoro melawan penjajah bermarkas di Selarong sejak tahun 1825 hingga 1830. Seusai meredam perjuangan Diponegoro, Pemerintah Hindia Belanda kemudian membentuk komisi khusus untuk menangani daerah Vortenlanden.

Komisi tersebut bertugas menangani pemerintahan daerah Mataram, Pajang, Sokawati, dan Gunung Kidul. Kontrak kasunanan Surakarta dengan Yogyakarta dilakukan baik dalam hal pembagian wilayah maupun pembayaran ongkos perang, penyerahan pemimpin pemberontak, dan pembentukan wilayah administratif.

Pemerintah Hindia Belanda dan sultan Yogyakarta pada tanggal 26 dan 31 Maret 1831 mengadakan kontrak kerja sama tentang pembagian wilayah administratif baru dalam kasultanan disertai penetapan jabatan kepala wilayahnya. Saat itu Kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Bantulkarang untuk kawasan selatan, Denggung untuk kawasan utara, dan Kalasan untuk kawasan timur.

Menindaklanjuti pembagian wilayah baru Kasultanan Yogyakarta, tanggal 20 Juli 1831 atau Rabu Kliwon 10 Sapar tahun Dal 1759 (Jawa) secara resmi ditetapkan pembentukan Kabupaten Bantul yang sebelumnya dikenal bernama Bantulkarang tersebut di atas. Seorang nayaka Kasultanan Yogyakarta bernama Raden Tumenggung Mangun Negoro kemudian dipercaya Sri Sultan Hamengkubuwono V untuk memangku jabatan sebagai bupati Bantul.

Berdasarkan peristiwa tersebut, tanggal 20 Juli setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Bantul. Selain itu, tanggal 20 Juli juga memiliki nilai simbol kepahlawanan dan kekeramatan bagi masyarakat Bantul mengingat Perang Diponegoro dikobarkan tanggal 20 Juli 1825.

Pada masa pendudukan Jepang, pemerintahan berdasarkan pada Usamu Seirei nomor 13 sedangkan stadsgemente ordonantie dihapus. Kabupaten memiliki hak mengelola rumah tangga sendiri (otonom).

Kemudian setelah kemerdekaan, pemerintahan ditangani oleh Komite Nasional Daerah untuk melaksanakan UU No 1 tahun 1945. Akan tetapi, Yogyakarta dan Surakarta undang-undang tersebut tidak diberlakukan hingga dikeluarkannya UU Pokok Pemerintah Daerah No 22 tahun 1948. dan selanjutnya mengacu UU Nomor 15 tahun 1950 yang isinya pembentukan Pemerintahan Daerah Otonom di seluruh Indonesia.


Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bantul

Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment