[LENGKAP] Mengenal Prabu Brawijaya

Prabu Brawijaya (lahir: ? - wafat: 1478) atau kadang disebut Brawijaya V merupakan raja terakhir Kerajaan Majapahit versi naskah-naskah babad dan sera

Prabu Brawijaya (lahir: ? - wafat: 1478) atau kadang disebut Brawijaya V merupakan raja terakhir Kerajaan Majapahit versi naskah-naskah babad dan serat, yang memerintah sampai tahun 1478. Tokoh ini diperkirakan sbg tokoh fiksi namun sangat legendaris.

Ia sering dianggap sama dengan Bhre Kertabhumi, yaitu nama yang ditemukan dalam penutupan naskah Pararaton. Namun gagasan lain menyebut bahwa Brawijaya cenderung identik dengan Dyah Ranawijaya, yaitu tokoh yang pada tahun 1486 mengaku sbg penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri, setelah berhasil menaklukan Bhre Kertabhumi.

Kisah hidup

Babad Tanah Jawi menyebut nama asli Brawijaya merupakan Raden Alit. Ia naik tahta menggantikan ayahnya yang bernama Prabu Bratanjung, dan kesudahan memerintah dalam saat yang sangat lama, yaitu sejak putra sulungnya yang bernama Arya Damar belum lahir, sampai yang belakang sekalinya turun takhta karena dikalahkan oleh putranya lainnya, yaitu Raden Patah yang juga saudara tiri Arya Damar.

Brawijaya mempunyai permaisuri bernama Ratu Dwarawati, seorang muslim dari Campa. Jumlah selirnya sangat banyak. Dari mereka, diantaranya, lahir Arya Damar bupati Palembang, Raden Patah bupati Demak, Batara Katong bupati Ponorogo, serta Bondan Kejawan leluhur raja-raja Kesultanan Mataram.

Sementara itu Serat Kanda menyebut nama asli Brawijaya merupakan Angkawijaya, putra Prabu Mertawijaya dan Ratu Kencanawungu. Mertawijaya merupakan nama gelar Damarwulan yang dijadikan raja Majapahit setelah mengalahkan Menak Jingga bupati Blambangan.

Sementara itu pendiri Kerajaan Majapahit versi naskah babad dan serat bernama Jaka Sesuruh, bukan Raden Wijaya sebagaimana fakta yang sebenarnya terjadi. Menurut Serat Pranitiradya, yang bernama Brawijaya bukan hanya raja terakhir saja, tetapi juga beberapa raja sebelumnya. Naskah serat ini menyebut urutan raja-raja Majapahit ialah:

  • Jaka Sesuruh bergelar Prabu Bratana
  • Prabu Brakumara
  • Prabu Brawijaya I
  • Ratu Ayu Kencanawungu
  • Prabu Brawijaya II
  • Prabu Brawijaya III
  • Prabu Brawijaya IV
  • dan terakhir, Prabu Brawijaya V
Sering terjadi kesalah pahaman dgn menganggap Brawijaya (bhre Kerthabumi) sbg Dyah Ranawijaya, yang menyerang keraton Trowulan, dan memindahkan Ibukota Kerajaan ke Kediri atau Daha.

Asal usul nama

Meskipun sangat populer, nama Brawijaya ternyata tidak pernah dijumpai dalam naskah Pararaton ataupun prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, perlu diselidiki dari mana para pengarang naskah babad dan serat memperoleh nama tersebut.

Nama Brawijaya berasal dari kata Bhra Wijaya. Gelar bhra merupakan singkatan dari bhatara, yang bermakna "baginda". Sedangkan gelar bhre yang banyak dijumpai dalam Pararaton berasal dari gabungan kata bhra i, yang bermakna "baginda di". Dengan demikian, Brawijaya dapat juga disebut Bhatara Wijaya.

Menurut catatan Tome Pires yang berjudul Suma Oriental, pada tahun 1513 di Pulau Jawa berada seorang raja bernama Batara Vigiaya. Ibu kota kerajaannya terletak di Dayo. Pemerintahannya hanya bersifat simbol, karena yang berkuasa penuh merupakan mertuanya yang bernama Pate Amdura.

Batara Vigiaya, Dayo, dan Pate Amdura merupakan ejaan Portugis kepada Bhatara Wijaya, Daha, dan Patih Mahodara. Tokoh Bhatara Wijaya ini probabilitas identik dengan Dyah Ranawijaya yang mengeluarkan prasasti Jiyu tahun 1486, di mana ia mengaku sbg penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri. Pusat pemerintahan Dyah Ranawijaya terletak di Daha. Dengan kata lain, saat itu Daha merupakan ibu kota Majapahit.

Babad Sengkala mengisahkan pada tahun 1527 Kadiri atau Daha runtuh dampak serangan Sultan Trenggana dari Kesultanan Demak. Tidak dikenal dengan pasti apakah saat itu penguasa Daha masih dijabat oleh Bhatara Ranawijaya atau tidak. Namun apabila berlaku demikian, berarti Ranawijaya merupakan raja Daha yang terakhir.

Mungkin Bhatara Ranawijaya inilah yang namanya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa sebagai raja Majapahit yang terakhir, yang namanya kesudahan disingkat sebagai Brawijaya.

Namun, karena istilah Majapahit identik dengan daerah Trowulan, Mojokerto, maka Brawijaya pun "ditempatkan" sebagai raja yang memerintah di sana, bukan di Daha.

Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan menurut ingatan masyarakat Jawa yang belakang sekalinya pada tahun 1478. Oleh karena itu, Brawijaya pun dikisahkan meninggal pada tahun tersebut. 

Padahal Bhatara Ranawijaya dikenal masih mengeluarkan prasasti Jiyu tahun 1486. Agaknya para pujangga penulis naskah babad dan serat tidak mengetahui seandainya setelah tahun 1478 pusat Kerajaan Majapahit beralih dari Trowulan menuju Daha.

Bhre Kertabhumi dalam Pararaton

Pararaton hanya menceritakan sejarah Kerajaan Majapahit yang yang belakang sekalinya pada tahun 1478 Masehi (atau tahun 1400 Saka). Pada anggota penutupan naskah tersebut tertulis:

Bhre Pandansalas dijadikan Bhre Tumapel kesudahan dijadikan raja pada tahun Saka 1388, baru dijadikan raja dua tahun lamanya kesudahan pergi dari istana anak-anak Sang Sinagara yaitu Bhre Kahuripan, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, dan yang bungsu Bhre Kertabhumi terhitung paman raja yang meninggal dalam istana tahun Saka 1400.

Kalimat penutupan Pararaton tersebut terkesan ambigu. Tidak jelas siapa yang pergi dari istana pada tahun Saka 1390, apakah Bhre Pandansalas ataukah anak-anak Sang Sinagara. Tidak jelas pula siapa yang meninggal dalam istana pada tahun Saka 1400, apakah Bhre Kertabhumi, ataukah raja sebelumnya.

Teori yang cukup populer menyebut Bhre Kertabhumi sbg tokoh yang meninggal tahun 1400 Saka (1478 Masehi). Teori ini mendapat dukungan dengan ditemukannya naskah kronik Cina dari kuil Sam Po Kong Semarang yang menyebut nama Kung-ta-bu-mi sbg raja Majapahit terakhir. Nama Kung-ta-bu-mi ini diperkirakan sbg ejaan Cina kepada Bhre Kertabhumi.

Sementara itu dalam Serat Kanda disebutkan bahwa, Brawijaya merupakan raja terakhir Majapahit yang dikalahkan oleh Raden Patah pada tahun Sirna ilang KERTA-ning BUMI, atau 1400 Saka.

Atas dasar berita tersebut, tokoh Brawijaya pun dianggap identik dengan Bhre Kertabhumi atau Kung-ta-bu-mi. Perbedaannya ialah, Brawijaya memerintah dalam saat yang sangat lama sedangkan pemerintahan Bhre Kertabhumi relatif singkat.

Kung-ta-bu-mi dalam Kronik Cina

Naskah kronik Cina yang ditemukan dalam kuil Sam Po Kong di Semarang diantaranya mengisahkan kesudahan Kerajaan Majapahit sampai berdirinya Kerajaan Pajang.

Dikisahkan, raja terakhir Majapahit bernama Kung-ta-bu-mi. Aib satu putranya bernama Jin Bun yang dibesarkan oleh Swan Liong, putra Yang-wi-si-sa dari seorang selir Cina. Pada tahun 1478 Jin Bun menyerang Majapahit dan membawa Kung-ta-bu-mi secara hormat ke Bing-to-lo.

Kung-ta-bu-mi merupakan ejaan Cina kepada Bhre Kertabhumi. Jin Bun dari Bing-to-lo merupakan Panembahan Jimbun alias Raden Patah dari Demak Bintara. Swan Liong identik dengan Arya Damar.

Sedangkan Yang-wi-si-sa bisa berarti Hyang Wisesa alias Wikramawardhana, atau bisa pula Hyang Purwawisesa. Keduanya sama-sama pernah dijadikan raja di Majapahit.

Menurut Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda, tokoh Arya Damar merupakan anak Brawijaya dari seorang raksasa perempuan bernama Endang Sasmintapura. Jadi, Arya Damar merupakan kakak tiri sekaligus ayah ambil Raden Patah.

Menurut kronik Cina di atas, Raden Patah merupakan putra Bhre Kertabhumi, sedangkan Swan Liong merupakan putra Hyang Wisesa dari seorang selir berdarah Cina. Kisah ini terkesan semakin masuk muslihat daripada uraian versi babad dan serat.

Selanjutnya dikisahkan pula, setelah kekalahan Kung-ta-bu-mi, Majapahit pun dijadikan bawahan Demak. Bekas kerajaan luhur ini kesudahan diperintah oleh Nyoo Lay Wa, seorang Cina muslim sbg bupati. Pada tahun 1486 Nyoo Lay Wa tewas karena unjuk rasa penduduk pribumi. Maka, Jin Bun pun mengangkat iparnya, yaitu Pa-bu-ta-la, menantu Kung-ta-bu-mi, sbg bupati baru.

Tokoh Pa-bu-ta-la identik dengan Prabhu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya dalam prasasti Jiyu 1486. Jadi, menurut berita Cina tersebut, Dyah Ranawijaya alias Bhatara Wijaya merupakan saudara ipar sekaligus bupati bawahan Raden Patah. Dengan kata lain, Bhra Wijaya merupakan menantu Bhre Kertabhumi menurut kronik Cina.

Teori keruntuhan Majapahit

Peristiwa runtuhnya Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan, Mojokerto diyakini terjadi pada tahun 1478, namun sering disebutkan dalam berbagai versi, selang lain:

  • Raja terakhir merupakan Brawijaya. Ia dikalahkan oleh Raden Patah dari Demak Bintara. Konon Brawijaya kesudahan masuk Islam melalui Sunan Kalijaga. Berada pula yang mengisahkan Brawijaya melarikan diri ke Pulau Bali. Meskipun teori yang berasal dari naskah-naskah babad dan serat ini uraiannya terkesan khayal dan absen muslihat, namun sangat populer dalam masyarakat Jawa.
  • Raja terakhir merupakan Bhre Kertabhumi. Ia dikalahkan oleh Raden Patah. Setelah itu Majapahit dijadikan bawahan Kesultanan Demak. Teori ini muncul berdasarkan ditemukannya kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong Semarang.
  • Raja terakhir merupakan Bhre Kertabhumi. Ia dikalahkan oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya alias Bhatara Wijaya. Teori ini muncul berdasarkan penemuan prasasti Petak yang mengisahkan pernah terjadi peperangan selang keluarga Girindrawardhana melawan Majapahit.
  • Raja terakhir merupakan Bhre Pandansalas yang dikalahkan oleh anak-anak Sang Sinagara. Teori ini muncul karena Pararaton tidak menyebutkan secara jelas apakah Bhre Kertabhumi merupakan raja terakhir Majapahit atau bukan. Selain itu kalimat sebelumnya juga terkesan ambigu, apakah yang meninggalkan istana pada tahun 1390 Saka (1468 Masehi) merupakan Bhre Pandansalas, ataukah anak-anak Sang Sinagara. Teori yang menyebut Bhre Pandansalas sbg raja terakhir menyebut seandainya pada tahun 1478, anak-anak Sang Sinagara kembali kepada menyerang Majapahit. Jadi, menurut teori ini, Bhre Pandansalas mati dibunuh oleh Bhre Kertabhumi dan sudara-saudaranya pada tahun 1478.

Pemakaian nama Brawijaya

Meskipun kisah hidupnya dalam naskah babad dan serat terkesan khayal dan absen muslihat, namun nama Brawijaya sangat populer, terutama di daerah Jawa Timur.

Hampir setiap kota di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur mempergunakan Brawijaya sbg nama perlintasan. Nama Brawijaya juga diabadikan dijadikan nama suatu perguruan tinggi negeri di Kota Malang, yaitu Universitas Brawijaya.

Juga terdapat Museum Brawijaya di kota Malang dan Stadion Brawijaya di Kediri. Di samping itu kesatuan Tentara Nasional Indonesia Tingkatan Darat yang meliputi daerah Jawa Timur dikenal dengan nama Kodam V/Brawijaya.



Sumber / Kepustakaan

  • Andjar Any. 1989. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
  • Babad Majapahit dan Para Wali (Jilid 3). 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
  • Babad Tanah Jawi. 2007. (terjemahan). Yogyakarta: Narasi
  • H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS

Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment