[LENGKAP] Sejarah Singkat Gerakan Non Blok

Pada tahun 1945, Perang Dunia II berakhir, namun beberapa negara terpecah menjadi dua blok yaitu Blok Barat (Liberalisme-Demokratis) dan Blok Timur (S
Sejarah Singkat Gerakan Non Blok

Pada tahun 1945, Perang Dunia II berakhir, namun beberapa negara terpecah menjadi dua blok yaitu Blok Barat (Liberalisme-Demokratis) dan Blok Timur (Sosialis-Komunis).

Negara di Blok Barat memilih jumlah lebih banyak yakni 8 negara (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, Luxemburg, Norwegia, dan Kanada ) dibandingkan Blok Timur yang hanya terdiri dari 4 negara (Uni Soviet, Cekoslovakia, Rumania, dan Jerman Timur).

Dalam mempertahankan kedudukannya masing-masing, Blok Barat membentuk NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan Blok Timur membentuk Pakta Warsawa. Tidak hanya sampai disitu, kedua blok ini masih tetap mencari sekutu untuk menambah pertahanannya di Asia, Afrika dan Amerika.

Diantara Blok Barat dan Blok Timur, ada beberapa negara yang memilih untuk bersikap netral. Negara-negara netral tersebut pun membentuk Gerakan Non Blok (GNB). 

Pembentukan GNB ini diprakarsai oleh Presiden Soekarno (Indonesia), Presiden Gamal Abdul Nasser (Republik Persatuan Arab-Mesir), PM Pandith Jawaharlal Nehru (India), Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan Presiden Kwame Nkrumah (Ghana). 

Tujuan utama dari GNB ialah menciptakan perdamaian dunia diantara Blok Barat dan Blok Timur serta meredakan ketegangan dunia bagi Negara baru merdeka dan berkembang.

Gerakan Non Blok atau Non Aligned Movement ini mulai dirintis sejak Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955 yang menghasilkan Dasasila Bandung. 

Kemudian pada tahun 1956 dengan tujuan mempersatukan Negara Non Blok, “Dokumen Brioni” ditandatangani oleh Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), Perdana Menteri (PM) Pandith Jawaharlal Nehru (India), dan Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir).

GNB resmi didirikan pada 1 September 1961 di kota Beogard, Yugoslavia bersamaan dengan diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi I (KTT I) yang dimulai dari 1-6 September 1961. 

Konferensi ini dihadiri oleh 25 kepala negara dan 3 kepala pemerintahan sebagai peninjau. Kepala negara yang menghadiri KTT I yaitu Afghanistan, Aljazair, Arab Saudi, Burma, Kamboja, Sri Lanka, Kongo, Kuba, Cyprus, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Somalia, Sudan, Tunisia, RPA, Yaman, dan Yugoslavia, sedangkan Negara peninjau yang hadir Bolivia, Brasil, dan Ekuador.

Dalam GNB, Indonesia memiliki peran penting sebab negara ini memiliki prinsip politik luar negeri yang bebas aktif, tidak mendukung pakta miliiter atau aliansi militer manapun. Prinsip tersebut dianggap sesuai dengan tujuan didirikannya GNB.

Pada tahun 1992, peran penting lain dari Indonesia bagi KTT GNB adalah sebagai tuan rumah dan Presiden Soeharto sebagai ketua GNB. Pada saat itu, Indonesia memprakarsai kerja sama teknis di beberapa bidang seperti pertanian dan kependudukan serta mencetuskan upaya untuk menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan.

Setiap KTT GNB yang diselenggarakan memiliki tujuan yang berbeda sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi oleh negara-negara anggota. 

Setiap negara bisa menjadi anggota GNB namun negara tersebut harus menganut politik bebas aktif, mampu hidup berdampingan secara damai, mendukung gerakan kemerdekaan nasional, dan tidak menjadi anggota salah satu pakta militer. 

Persyaratan yang ditetapkan oleh GNB ternyata mampu memikat hati berbagai negara, terbukti dengan meningkatnya jumlah negara yang bergabung. Berikut adalah urutan KTT GNB:
  1. KTT GNB I (1961), merupakan kelanjutan dari KAA 1955 di Bandung. Pelaksanaan konferensi ini diadakan karena adanya krisis Kuba. Konferensi yang dihadiri 25 negara ini menghasilkan Deklarasi Beogard berisi yang berupaya untuk menghentikan perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet.
  2. KTT GNB II (1964), diselenggarakan pada 5-10 Oktober di Kairo, Mesir yang dipimpin oleh Presiden Gamal Abdul Naser. Konferensi ini dihadiri oleh 48 negara peserta dan 10 negara pengamat yang memberikan perhatian dalam masalah ekonomi.
  3. KTT GNB III (1970), diadakan di Lusaka, Zambia pada 8 – 10 September yang dipimpin oleh Presiden Kenneth Kaunda dan dihadiri oleh 54 negara peserta dan 9 negara pengamat. Tema yang diambil adalah permasalahan rezim resialis minoritas kulit putih di Afrika Selatan.
  4. KTT GNB IV (1973), berlangsung pada 5 – 9 September di Algiers, Aljazair dibawah kepepimpinan Presiden Houari Boumedienne. Konferensi ini dapat terselenggara pada saat hubungan kedua blok baik. Tema yang diambil adalah mengenai masalah negara-negara miskin. Konferensi ini dihadiri 75 negara peserta beserta pengamat yang terdiri atas organisasi gerakan kemerdekaan dan pembebasan Afrika Selatan dan Amerika Latin.
  5. KTT GNB V (1976), dilaksanakan pada 16 – 19 Agustus di Colombo, Srilanka yang dipimpin oleh PM Ny. Sirimavo Bandaranaike. Konferensi ini membahas mengenai kepentingan negara Non Blok yang dirugikan oleh tata ekonomi dunia secara tidak adil dan mengancam dunia. Di dalam KTT kali ini ditandai dengan adanya persaingan antara sesama negara anggota Non Blok. India, Indonesia dan Yugo berusaha mencegah timbulnya perpecahan di antara mereka. Hasil dari konferensi dituangkan dalam “Deklrasi dan Program Aksi Colombo” yang isinya adalah melanjutkan dan meningkatkan program Gerakan Non Blok ke arah tata ekonomi dunia baru.
  6. KTT GNB IV (1979), diselenggarakan pada 3-7 September di Havana, Cuba dipimpin oleh Presiden Fidel Castro. KTT ini dihadiri oleh 94 negara peserta peninjau dari 20 negara dan 18 organisasi. Konferensi membahas mengenai pertentangan antara kelompok moderat dan radikal, tetapi telah berhasil merumuskan deklarasi politik yang berisi revolusi yang memperkuat prinsip Non Blok terhadap dominasi ekonomi asing dalam merugikan negara berkembang.
  7. KTT GNB VII (1983), diselenggarakan di Bagdad pada September, tapi batal karena terjadi perang Irak – iran. Akhirnya diselenggarakan di India pada 7 – 12 Maret yang dipimpin oleh PM. Ny. Indira Gandhi. KTT yang dihadiri oleh 101 negara dan memutuskan untuk memberikan dukungan penuh bagi rakyat Afganistan dalam menentukan nasibnya sendiri dengan sistem sosial ekonomi yang bebas dari campur tangan asing.
  8. KTT GNB VIII (1986), diselenggarakan di Harare, Zimbabwe dipimpin oleh PM robert Mugabe, pada 1-6 September 1986 yang dihadiri oleh 101 negara. Dalam konferensi kali ini adalah tetap mendukung Afganistan dalam menentukan nasibnya sendiri.
  9. KTT GNB IX (1989), diselenggarakan pada 4 – 7 September di bawah pimpinan Presiden Dr.Janes Drnovsek. KTT yang dihadiri oleh 102 negara. Konferensi ini menetapkan bahwa adanya keharusan dan perlunya dialog Selatan bagi pembangunan dalam memperkuat setia kawan internasional dan kerjasama. Pembahasan lainnya adalah mengenai pelestarian lingkungan hidup yaitu menghindarkan pencemaran terhadap air, udara, dan tanah serta perusakan tanah dan pembabatan hutan.
  10. KTT GNB X (1992), diselenggarakan di Jakarta, Indonesia pada 1–7 September, dipimpin oleh Soeharto. KTT yang dihadiri oleh lebih dari 140 delegasi, 64 Kepala Negara. KTT ini menghasilkan “Pesan Jakarta” yang mengungkapkan sikap GNB tentang berbagai masalah, seperti hak asasi manusia (HAM), demokrasi, dan kerjasama utara selatan dalam era pasca perang dingin.
  11. KTT GNB XI (1995), diadakan di Cartagena, Kolumbia pada 18–20 Oktober. Pada waktu pembukaan KTT, dilakukan serah terima kepemimpinan ketua KTT dari Presiden Indonesia ke Presiden Kolumbia. Konferensi ini dihadiri oleh 113 Negara yang bertujuan memperjuangkan restrukturisasi dan demokratisasi di PBB.
  12. KTT GNB XII (1998), diselenggarakan di Kairo, Mesir pada 2–3 September. Konferensi yang dihadiri oleh 113 negara dan bertujuan memperjuangkan demokratisasi dalam hubungan internasional.
  13. KTT GNB XIII (2003), diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada 20–25 Februari. Resolusi KTT GNB Kuala Lumpur antara lain berisi penolakan tiga negara yaitu, Iran, Irak dan Korea Utara atas sebutan sebagai poros kejahatan oleh Washington.
  14. KTT GNB XIV (2006), diselenggarakan di Havana, Kuba 11–16 September ini menghasilkan deklarasi yang mengutuk serangan Israel atas Lebanon, mendukung program nuklir Iran, mengritik kebijakan negara Amerika Serikat, dan menyerukan kepada PBB agar lebih berpihak kepada negara kecil dan berkembang.
  15. KTT GNB XV (2009), KTT XV diadakan di Sharm El-Sheikh, Mesir pada 11-16 Juli dan menghasilkan sebuah Final Document berupa sikap, pandangan dan posisi GNB tentang semua isu dan permasalahan internasional dewasa ini. KTT ini menegaskan perhatian GNB atas krisis ekonomi dan moneter global, perlunya komunitas internasional kembali pada komitmen dalam menjunjung prinsip pada Piagam PBB, hukum internasional, peningkatan kerja sama antara negara maju dan berkembang untuk mengatasi berbagai krisis saat ini.
  16. KTT GNB XVI (2012), digelar di Tehran pada 26 -31 Agustus. Pertemuan tersebut berlangsung dalam tiga tahap yaitu dari tingkat pakar, Menteri Luar Negeri hingga Kepala Negara dari 120 negara anggota dan sejumlah negara peninjau. Konferensi kali ini juga dihadiri Sekjen PBB Ban Ki-moon.
  17. KTT GNB XVII (2016), digelar di Pulau Margarita, Venezuela pada 17-18 September yang dihadiri oleh 120 negara anggota. Tema pokoknya adalah Kedaulatan Perdamaian dan Solidaritas untuk Pembangunan. Indonesia dalam konferensi ini akan membahas mengenai Kemerdekaan Palestina yang menjadi fokus perjuangan Indonesia di forum tersebut. Indonesia yang diwakili oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla akan menghadiri mulai dari pembukaan di Hugo Chavez Convention Center, sesi foto, plenary session, jamuan makan malam, debat umum, dan penutupan.
Dalam menyelenggarakan KTT GNB XVII, adanya keterlambatan dalam mengadakannya karena dipengaruhi oleh tuan rumah yaitu Venezuela mengalami krisis ekonomi. 

Walaupun adanya keterlambatan, tetapi Venezuela tetap berkomitmen dalam mengadakan KTT ini. Venezuela sudah membangun gedung konvensi serta menyediakan semua penerbangan untuk kepala negara undangan.
Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment