Kerajaan Islam Di Jambi, Sumatra Selatan, dan Sumatra Barat

Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Malayu, dan kemudian menjadi bagian dari Sriwijaya. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan vasal Majap

Kerajaan Islam Di Jambi, Sumatra Selatan, dan Sumatra Barat

Kerajaan Islam Di Jambi

Kesultanan Jambi

Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Malayu, dan kemudian menjadi bagian dari Sriwijaya. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan vasal Majapahit, dan pengaruh Jawa masih terus mewarnai kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan ke-18.

Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah itu. Pada 1616 Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatera setelah Aceh, dan pada 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang.

Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal.

Tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah Belanda. Jambi digabungkan dengan keresidenan Palembang.

Tahun 1906 kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Letak geografis Jambi dengan DAS Batanghari dengan sungai-sungai lainnya memberikan kemudahan untuk kegiatan perdagangan baik lokal, regional, maupun internasional.

Hubungan pelayaran dan perdagangannya dengan tempat-tempat di pesisir timur yaitu di Selat Malaka ditandai dengan munculnya kontak dengan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional yang sudah ada sejak abad-abad pertama Masehi. 

Dengan adanya kegiatan perdagangan muslim dalam pelayaran dan perdagangan internasional sejak abad ke-7 dan ke-8 M, kemungkinan mereka sudah dapat berhubungan satu dengan yang lainnya.

Kerajaan Islam Di Sumatera Barat

Kerajaan Pagaruyung

Awal masuk dan berkembangnya Islam di daerah Sumatera Barat masih sukar dipastikan. Berita dari Cina dari dinasti T’ang menyebutkan bahwa pada sekitar abad ke-7 M (674 M) ada kelompok orang Arab (Ta-shih) dan yang oleh W.P. Goeneveldt perkampungan mereka ada di pesisir barat Sumatera. 

Selain pendapat tersebut, ada juga yang berpendapat bahwa Islam datang dan berkembang di daerah Sumatera Barat baru sekitar akhir abad ke-14 M atau abad ke-15 M dan Islam sudah memperoleh pengaruhnya di kerajaan besar Minangkabau.

Adityawarman adalah tokoh penting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kontribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Buddha. 

Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Terbukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pariangan, Padang Barhalo, Candi, Biaro, Sumpur, dan Selo.

Sejarah Sumatera Barat sepeninggal Adityawarman hingga pertengahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Sumatera Barat dengan dunia luar, terutama Aceh semakin intensif. 

Sumatera Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memonopoli kegiatan perekonomian di daerah ini. Seiring dengan semakin intensifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. 

Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.

Syekh Burhanuddin dianggap sebagai penyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan agama Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh.

Kesultanan Palembang

Kerajaan Islam Di Sumatera Selatan

Pada waktu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, di daerah ini ditempatkan seorang Adipati bernama Ario Damar. (14—15 H/1447 M). Pada awalnya ia beragama Hindu, lalu kemudian memeluk Islam. Hal ini menunjukkan bahwasanya pada waktu itu, Islam sudah dominan di Palembang.

Pada suatu hari, Ario Damar mendapat hadiah salah seorang selir dari Prabu Kertabumi, yang bernama Putri Campa yang sedang hamil tua. Yang kemudian lahir dari rahimnya seorang anak yang bernama Raden Patah.

Pada tahun 1473, raden Patah bersama adiknya Raden Kusen (Ario Dillah), menghadap Prabu Kertabumi. Mereka mendapat kepercayaan untuk membangun desa Bintoro, yang nantinya berkembang dengan pesat dan menjadi kerajaan Islam Demak yang pada akhirnya menghancurkan Majapahit.

Pada tahun 1528, Demak di serang oleh kerajaan Pajang dan mengalami kekalahan. Para pembesar kerajaan dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan bermigrasi ke Palembang yang kemudian mendirikan kerajaan Islam Palembang.

Sebagaimana telah disebut-sebut di bagian muka bahwa para pedagang muslim dari Arab, Persia (Iran), dan dari negeri-negeri di Timur Tengah lainnya sejak abad ke-7 dan ke-8 M sudah berperan aktif dalam pelayaran dan perdagangan internasional melalui Selat Malaka. 

Masa itu sesuai dengan tumbuh kembangnya kerajaan Sriwijaya dari segi politik, ekonomi, perdagangan, dan kebudayaan. Karena itulah tidak mustahil para pedagang muslim tidak singgah di ibu kota kerajaan Sriwijaya yang bercorak Buddhis, paling tidak untuk melakukan hubungan perdagangan.
Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment