Si Badak, Si Cacing Dan Si Kodok

Sudah berbulan-bulan lamanya musim kemarau panjang datang. sementara itu hujan belum menampakan tanda-tanda akan turun. Siapapun pasti akan tersiksa. terutama warga rawa. Lompatan Kodi Kodok jadi tak selincah biasanya. Cica si Cacing juga setengah mati menggali tanah. semua lesu, dan yang nampak paoing tersiksa adalah Bidi si Badak! karena kulitnya yang tebal harus direndam didalam air agar suhu tubuhnya tidak kepanasan.
Sudah berbulan-bulan lamanya musim kemarau panjang datang. sementara itu hujan belum menampakan tanda-tanda akan turun. Siapapun pasti akan tersiksa. terutama warga rawa. 

Lompatan Kodi Kodok jadi tak selincah biasanya. Cica si Cacing juga setengah mati menggali tanah. semua lesu, dan yang nampak paoing tersiksa adalah Bidi si Badak! karena kulitnya yang tebal harus direndam didalam air agar suhu tubuhnya tidak kepanasan.

Si Badak, Si Cacing Dan Si Kodok

Meskipun begitu, mereka tidak ada yang mengeluh. Karena semua sama-sama memahami, yang lain pasti sama tersiksanya. Sebagai pimpinan di rawa, Bidi Badak mengkhawatirkan nasib teman-temannya. Makanya, Bidi Badak mulai gelisah mencari kolam baru.

Tanpa sepengetahuan warga rawa lain, ia mennyusuri piinggiran hutan yang jauh dari rawa.

“Hai, kalian tahu dimana Bidi? Hari ini jadwalku makan kutu sekaligus membersihkan kulitnya.

”Tanya gelatik kepada Cica Cacing dan Kodi Kodok yang kebetulan tinggal tidak jauh dari kolam Bidi.

“Kwookkk! Aku tidak tahu,” Jawab Kodi Kodok.“Dari subuh Bidi sudah tidak ada di kolam”

“Hah? Dari subuh? Kira kira kemana ya?”

“Entahlah, tapi kalo di perhatikan, Belakangan ini di nampak gelisah.”

Jawab Cica Cacing. “Mungkin karen air rawa mulai menyusut. Sampai setengah lututnya Bidi pun tidak!”

“Wah jangan-jangan dia mencari rawa baru dan meninggalkan kita!”

“Ishhh.. Bidi itu pemimpin yang bertanggung jawab, tahu! Dia tidak mungkin meninggalkan kita begitu saja.”

“Bidiiiii!!!! Kamu dimana sih?” Semua warga rawa mulai sibuk mencarinya.

Menjelang malam Bidi baru nampak lagi di kolamnya. Langsung saja seluruh teman-temanya menanyakan.

“Maaf sudah membuat kalian semua kawatir, tadi aku mencari rawa yang lebih banyak airnya,” jawab Bidi.

“Kwookkk..kamu ga akan meninggalkan kamin ketempat barukan, Bidi?”Tnya Kodo Kodok kawatir.

“Tidak Kok, justru aku akan mencari rawa yang banyak airnya untuk kita semua.Tapi rasanya,tidak ada rawa yang lebih nyaman dari tempat kita.

“Cippp..Cippp..betul itu! Duh, kami kira kamu akan meninggalkan kami…”

“Ya ampun, aku tuh justru mengkhawatirkan kalian! Sudah lama rasanya aku tidak mmelihat Kodi melompat dan berenang riang, Cica Cacing juga tampak kepayahan menggali tanah.Ya kan ?”

“Ah, kau baik sekali sudah memikirkan kami.Tapi, kami juga yakin kulitmu juga butuh air, kan?‟ tanya temanya yang lain.

Bidi hanya tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-gigi gendutnya.

“Kemarau kali ini memang parah banget, kawan-kawan..”Tiba-tiba Gala Gajah muncul dari balik semak-semak. “Harusnya pertengahan bulan ini hujan sudah turun”

“Eh, bagai mana kalo kita tambah saja air rawa ini?” Usul Bidi spon-tan. “Tadi sewaktu jalan-jalan, aku sempat melewati air sungai di kaki bukit. Di sana, air masih mengalir meskipun tidak sederas biasanya.”

“Boleh juga idemu! Tapi, bagaimana cara membawa airnya, ya?” Caca Cacing membayangkan jaraknya. “Eh, Gala … belalaimukan panjang tuh. Bisa menyimpanair.

“Waduh, tapi kalau hanya Gala yang bawa air, kapan penuhnya?” ujar Kodi Kodok.

“Ya nggak dong! Kita kan mesti gotong royong!” kata Cica Cacing lagi.

“Tapi, badanku kecil, mana bisa bawa air banyak-banyak?” tanya Kodi lagi.

“Kita kerumah pak Beyu saja! Berang-berang yang tukang kayu itu!.

Dia kan suka menyimpan perkakas bekas! Siapa tahu dia punya panci, ember, atau apapun yang bisa menyimpan air.” pekik Joli Gelatik tiba-tiba.Teman-temanya pun setuju.

Dari rumah Pak Beyu, mereka di bekali beberapa panci bekas yang sudah di tambal, dan ember yang cukup besar untuk menampung air. Wah, Pak Beyu memeng pintar memperbaiki peralatan.

Rombongan warga rawa pun berbondong-bondong menuju kesungai di kaki bukit. Joli dan beberapa temanya menciduki air ke ember dengan dedaunan. perlahan tapi pasti, ember dan panci mulai penuh air. 

Gala menyedot air sebanyak mungki, kemmudian dia memikul panci yang di penuhi dengan air. Ember di punggung Bidi perlahan mulai penuh. Beberapa kali mereka bersama-sama bolak-balik mengangkut air antara sungai dan rawa hingga air cukup untuk beberapa waktu kedepan.

Setelah seharian penuh mengisi rawa, Bidi dan teman-temanya beristirahat dan menikmati hasil kerja sama mereka. Kodi melampat dan berenang sangat riang. Cica mulai menggali tanah dengan lebih mudah. Bidi berendam dengan santai sementara Joli bisa berkicau dengan riang karena bisa memakan kutu dikulit Bidi denagan tenang.

Semuanya bersuka cita, masalah air rawa bisa di tangani bersama dan kemarau bisa di lalui warga rawa dengan ceria.
Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment