Di sebuah tempat tinggallah seekor Jaguar jantan dan Sigung betina. Sang Sigung memiliki seorang putra yang dibaptis oleh sang Jaguar, maka sang Sigung menjadi comadre-nya (ibu baptis) dan sebaliknya sang Jaguar telah membaptis Sigung kecil, maka ia adalah kompadre (ayah baptis) sang Sigung.
Sang Jaguar memutuskan untuk mencari makanan dan datang ke rumah sang Sigung untuk mengajak anaknya berburu.
"Apa yang kamu cari kompadre? Apa yang membuatmu datang ke sini?" sang Sigung itu bertanya pada sang Jaguar.
"Oh begitu," kata sang Sigung.
"Aku ingin anakmu ikut bersamaku supaya dia bisa belajar berburu," kata sang Jaguar.
"Anakku tidak boleh ikut pergi karena dia masih sangat kecil dan sesuatu bisa terjadi padanya. Sebaiknya dia tidak pergi" kata sang Sigung. Tapi Sigung kecil memprotes:
"Tidak ibu, aku sebaiknya ikut pergi. Apa yang dikatakan paman Jaguar itu benar. Aku perlu latihan untuk belajar berburu," kata sang Sigung kecil.
"Tetapi jika kamu pergi, kamu akan begitu jauh dari ibu," kata sang Sigung.
"Aku pergi, aku pergi. Ayo, ayo pergi." Akhirnya sang Jaguar dan sang Sigung kecil pergi untuk berburu.
"Kita menuju ke arah sungai. Di situlah kita akan pergi," kata sang Jaguar menjelaskan kepada Sigung kecil, anak baptisnya.
"Kapan kita akan sampai di sana?" tanya si Sigung kecil.
"Kita sudah semakin dekat. Ikuti aku supaya kamu tidak tersesat," kata sang Jaguar.
"Baiklah," jawab sang Sigung kecil itu. Mereka akhirnya telah sampai di sungai.
"Di sinilah kita akan makan," kata sang Jaguar kepada Sigung kecil.
"Baiklah," kata si Sigung kecil.
"Ayo ke sini. Aku akan menajamkan pisauku dulu," kata sang Jaguar.
"Baiklah," kata si sigung kecil sambil memandang sang Jaguar.
Sang Jaguar mengasah cakarnya yang disebutnya "pisau."
"Aku menajamkan pisauku. Sekarang kamu berjaga-jaga, karena aku akan tidur dulu. Ketika kamu melihat mangsa datang, bangunkan aku," kata sang Jaguar.
"Baiklah paman Jaguar," kata si sigung kecil.
Kemudian sang Jaguar mengatakan kepadanya: "Bangunkan aku dengan cara mencolek perutku, jadi aku tidak akan membuat mangsa kita curiga.
Tetapi jangan bangunkan aku jika ada hewan kecil tanpa tanduk yang ikut. Hanya saat ada mangsa dengan tanduk besar tiba di sini. Saat itulah kamu bangunkan aku. "
"Baiklah," kata si Sigung kecil. Kemudian ada mangsa dengan tanduk besar yang datang dan Sigung kecil itu membangunkan sang Jaguar.
Dia menggaruk atau mencolek perutnya dan menunjukkan rusa kepada sang Jaguar, kemudian dengan sekejap sang Jaguar menyerang mangsanya yang memiliki tanduk besar. Dia mengejarnya dan menangkapnya.
"Baiklah, anak Sigung, ayo makan. Kita akan makan daging," kata sang Jaguar.
"Baiklah," kata si Sigung kecil. Maka mereka makan dan makan.
"Sekarang kita akan mengambil apa pun yang tersisa untuk ibumu," kata sang Jaguar itu.
"Karena kita sudah kenyang, kita bisa mengambil sesuatu untuk ibumu. Ibumu akan punya daging untuk dimakan, sama seperti yang kita makan. Kita akan mengambil beberapa untuk ibumu," kata sang Jaguar.
Ketika mereka kembali ke rumah ibu sang Sigung, sang Jaguar berkata kepada ibu sang Sigung.
"Lihatlah makanan ini. Kami membawakannya untukmu, ini adalah makanan yang kami buru. Makanlah isi daging ini ibu Sigung," kata sang Jaguar kepada sang Sigung.
"Baiklah," kata Sigung, dan memakan daging hasil buruan sang Jaguar.
"Aku kenyang," katanya.
"Bagus, kau puas. Aku sudah melihatmu, jadi aku akan pamit pergi sekarang," kata sang Jaguar kepada sang Sigung.
Setelah sang Jaguar pergi, sang Sigung kecil tinggal bersama ibunya.
Ketika mereka kehabisan daging, sang Ibu Sigung berkata kepada putranya, "Sayang, daging kita semua habis."
"Ya, dagingnya sudah habis. Sebaiknya aku pergi berburu dan mengambilkan makanan lagi," kata si sigung kecil.
"Bagaimana kamu, Nak? Apakah kamu pikir kamu cukup besar? Kamu sangat kecil. Tidakkah kamu pikir kamu akan dibunuh?" tanya sang Ibu Sigung.
"Tidak, ibu, aku sudah tahu cara berburu, paman Jaguar telah mengajari aku bagaimana cara berburu," jawab sang Sigung kecil itu.
"Aku pergi sekarang ya bu." Dia pergi, dan ibu sang Sigung sebenarnya sangat khawatir terhadap anaknya.
Sang Sigung kecil kembali pergi ke sungai, tempat dia datang bersama pamannya untuk mengambil daging.
"Beginilah paman Jaguar melakukannya. Kenapa aku tidak bisa melakukan hal yang sama?" kata si Sigung kecil.
"Beginilah caramu mengasah pisau," kata Sigung kecil itu. Dia menajamkan "pisaunya".
"Ini adalah cara yang dilakukan paman Jaguar. Aku tidak akan memburu hewan-hewan kecil, aku hanya akan berburu satu dengan tanduk yang besar. Aku akan berburu satu untuk diriku sendiri seperti yang aku makan dengan paman Jaguar.
Aku punya pisau di sini dan aku akan tidur sebentar. " Si Sigung kecil berbaring untuk tidur, tetapi kemudian dia bangun. Dia sedang menunggu buruannya dengan tanduk besar, dan ketika dia datang, dia menyerangnya, dia berpikir kalau dia sekuat paman Jaguar.
Tapi dia hanya menggantung di leher buruannya yang memiliki tanduk besar. Cakar-cakarnya telah menggali kulitnya. Dia tergantung di lehernya dan dibawa jauh dan jatuh di punggungnya. Dia ditinggalkan dengan mulut terbuka lebar.
Karena sang Sigung kecil belum pulang ke rumah ibunya, dia bertanya-tanya, "Apa yang terjadi pada putraku? Kenapa dia belum kembali juga? Sesuatu pasti telah terjadi padanya. Lebih baik aku pergi dan mencarinya."
Akhirnya ibu Sigung pergi ke tepi sungai. Dia mencari putranya ke mana-mana, tetapi tidak dapat menemukannya. Dia mulai menangis ketika dia menemukan si pemilik jejak tanduk besar yang datang dengan berlari.
"Mereka pasti jalan ke sini," kata ibu Sigung, dan mulai mengikuti jejak itu.
Ibu Sigung datang ke tempat di mana putranya dibiarkan berbaring telentang. Ketika sang ibu melihat anaknya, sang ibu Sigung memperhatikan mulutnya terbuka lebar dan menunjukkan giginya, "Nak, apa yang kamu tertawakan? Semua gigimu terlihat," Ibu Sigung berkata kepada anaknya dari kejauhan.
Ketika sang Ibu Sigung benar-benar dekat, dia berkata, "Berikan tanganmu Nak. Aku datang untuk menjemputmu, tetapi kenapa kamu cuma tertawa saja."
Dia meletakkan tangannya di atas tangan anaknya, sang ibu Sigung berpikir bahwa dia masih hidup, tetapi ketika dia menyadari bahwa anaknya sudah mati, sang Ibu Sigung mulai menangis histeris.