[ LENGKAP ] Kerajaan Kediri : Sejarah, Letak, Raja, Kehidupan, Kejayaan, Kemunduran, Peninggalan

Sejarah Kerajaan Kediri, Kadiri atau juga dikenal dengan nama Panjalu merupakan kerajaan Jawa Timur di tahun 1042 sampai 1222 yang berpusat di Kota Daha yang sekarang merupakan Kota Kediri. Kota Daha sendiri sudah ada sebelum Kerajaan Kediri didirikan dan Daha merupakan singkatan dari Dahanapura yang memiliki arti kora api. Ini bisa dilihat dari sebuah prasasti Pamwatan dari Airlangga pada tahun 1042.
Kerajaan-Kediri

Sejarah Kerajaan Kediri, Kadiri atau juga dikenal dengan nama Panjalu merupakan kerajaan Jawa Timur di tahun 1042 sampai 1222 yang berpusat di Kota Daha yang sekarang merupakan Kota Kediri. Kota Daha sendiri sudah ada sebelum Kerajaan Kediri didirikan dan Daha merupakan singkatan dari Dahanapura yang memiliki arti kora api. Ini bisa dilihat dari sebuah prasasti Pamwatan dari Airlangga pada tahun 1042. 

Pada akhir tahun 1042. Airlangga secara terpaksa harus membagi wilayah kerajaan sebab perebutan tahta dari dua orang putranya yakni Sri Samarawijaya yang mendapat Kerajaan Barat Panjalu di Kota Baru Daha dan Mapanji Garasakan mendapat Kerajaan Timur yakni Janggala di Kota Lama, Kahuripan.

Sebelum kerajaan menjadi dua, kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga sudah memiliki nama Panjalu yang ada di Daha, sehingga Kerajaan Janggala terlahir dari pecahan Panjalu, sedangkan Kahuripan merupakan nama kota lama yang ditinggalkan Airlangga lalu menjadi ibu kota Janggala.

Awalnya, nama Panjalu lebih sering digunakan dibandingkan dengan Kediri atau Kadiri yang terbukti dari beberapa prasasti raja-raja Kediri. Nama Panjalu sendiri dikenal dengan Pu Chia Lung pada kronik Cina yakni Ling wai tai ta tahun 1178. Kediri atau Kadiri berasal dari kata Khadri yaitu bahasa Sansekerta dengan arti pohon mengkudu atau pohon pace.
Letak Kerajaan Kediri
Raja-Raja Kerajaan Kediri
1. Sri Jayawarsa
2. Sri Bameswara
3. Prabu Jayabaya
4. Sri Sarwaswera
5. Sri Aryeswara
6. Sri Gandra
7. Sri Kameswara
8. Sri Kertajaya
Kehidupan kerajaan kediri
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri
Kehidupan AGAMA DAN SPIRITUAL Kerajaan Kediri
Kehidupan Sosial Dan Budaya 
Masa Kejayaan Kerajaan Kediri
Runtuhnya Kerajaan Kediri
Peninggalan Kerajaan Kediri
  • Prasasti Banjaran berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu  atas Jenggala.
  • Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya.
  • Prasasti Sirah Keting (1104 M), memuat pemberian hadiah tanah kepada   rakyat desa oleh Jayawarsa.
  • Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono berisi masalah     keagamaan ,  berasal dari raja Bameswara.
  • Prasasti Ngantang (1135M), menyebutkan raja Jayabaya  yang memberikan hadiah kepada rakyat desa Ngantang sebidang tanah yang bebas dari pajak.
  • Prasasti Jaring (1181M), dari raja Gandra yang memuat sejumlah nama pejabat dengan menggunakan nama hewan seperi Kebo Waruga dan Tikus Jinada.
  • Prasasti Kamulan (1194M) , memuat masa pemerintahan Kertajaya , dimana Kediri berhasil mengalahkan musuh yang telah memusuhi istana Katang-Katang.
  • Candi Penataran : Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
  • Candi Gurah : Candi Gurah terletak di kecamatan di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun karena kurangnya dana kemudian candi tersebut dikubur kembali.
  • Candi Tondowongso : Situs Tondowongso merupakan situs temuan purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri, Jawa Timur. Situs seluas lebih dari satu hektare ini dianggap sebagai penemuan terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun terakhir (semenjak penemuan Kompleks Percandian Batujaya), meskipun Prof.Soekmono pernah menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957. Penemuan situs ini diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah perajin batu bata setempat.Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa Kerajaan Kediri awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur. Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari sejumlah karya sastra namun tidak banyak diketahui peninggalannya dalam bentuk bangunan atau hasil pahatan.
  • Arca Buddha Vajrasattva : Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari zaman Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
  • Prasasti Galunggung : Prasasti Galunggung memiliki tinggi sekitar 160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak di Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat tulisan memakai huruf Jawa kuno. Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa huruf sudah hilang lantaran rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada sebuah lambang berbentuk lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah satu sisi prasasti.
  • Candi Tuban : Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi 1965 melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan ikon – ikon kebudayaan dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari pengrusakan karena adanya petinggi desa yang melarang merusak candi ini dan kawasan candi yang dianggap angker.Massa pun beralih ke Candi Tuban, dinamakan demikian karena candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500 meter dari Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki candinya. Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas candi telah berdiri kandang kambing, ayam dan bebek.Menurut Pak Suyoto, jika warga mau kembali menggalinya, maka kira – kira setengah sampai satu meter dari dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban menggambarkan tokoh laki – laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma dan jika sang laki – laki dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
  • Prasasti Panumbangan : Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan penduduk desa Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
  • Prasasti Talan : Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi). Cap prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti dalam bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap.Isi prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961 Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon agar prasasti tersebut dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha.Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan warga Talan karena kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
Peninggalan Kitab Kerajaan Kediri
  • Kitab Wertasancaya karangan Empu Tan Akung yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik.
  • Kitab Smaradhahana yang digubah oleh Empu Dharmaja dan berisi pujian kepada raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
  • Kitab Lubdaka karangan Empu Tan Akung yang berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
  • Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karean suka menolong dan sakti.
  • Kitab Samanasantaka karangan Empu Monaguna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkenal untuk Begawan Trenawindu.
  • Kitab Baharatayuda yang diubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.
  • Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang diubah oleh Empu Panuluh.

letak kerajaan kediri

Kerajaan Kediri terletak di tepi Sungai Kali Brantas, kediri, Jawa Timur.

jaya baya

Kerajaan Kediri Sebagai kerajaan yang sangat termasyhur Kediri pernah diperintah oleh 8 raja mulai dari awal berdirinya hingga masa keruntuhannya. Dari kedelapan raja-raja yang pernah memerintah hanya Prabu Jayabaya saja yang mampu mengantarkan kerajaan Kediri mencapai masa keemasan. Adapun urutan dari kedelapan raja Kediri yang pernah berkuasa di jamannya adalah sebagai berikut:

Sejarahnya bisa diketahui dari sebuah prasasti Sirah Keting (1104 M)yang mana raja Sri Jayawarsa sangat perhatian terhadap rakyatnya. Hal ini terbukti pada masa pemerintahannya Sri Jayawarsa sering memberikan hadiah terhadap rakyat desa sebagai penghargaan atas jasanya. Selain itu Jayawarsa selalu berusaha keras untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya.

Banyak meninggalkan prasasti-prasasti yang tersebar di daerah Kertosono dan Tulung Agung. Prasasti peninggalan raja Sri Bameswara ini lebih banyak memuat hal-hal mengenai keagamaan. Sehingga melalui prasasti ini bisa diketahui kalau keadaan pemerintahannya pada jaman dulu sangatlah baik.

Kerajaan Kediri pernah mengalami masa keemasan pada saat pemerintahan Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinannya dalam upaya memakmurkan dan mensejahterakan rakyat memang sangat mengagumkan sekali.

Kerajaan dengan ibukota Dahono Puro yang berada di bawah kaki Gunung Kelud ini tanahnya memang subur sekali. Sehingga membuat segala macam tumbuhan yang di tanam bisa tumbuh menghijau menyebabkan hasil perkebunan dan pertanian melimpah ruah.

Sejarah tentang kerjaan yang di pimpin oleh Sri Sarwaswera ini didasarkan atas prasasti Padelegan II (1159) serta prasasti Kahyunan (1161). Raja Sri Sarwaswera sangat terkenal sebagai raja yang sangat taat beragama serta berbudaya. Menurutnya tujuan akhir dari hidup manusia adalah moksa (pemanunggalan jiwatma dan paramatma). 

Jalan yang utama atau benar adalah sesuatu yang menuju ke kesatuan, jadi jika ada sesuatu yang menghalangi berarti tidak benar.

Raja Sri Aryeswara merupakan raja Kediri yang berkuasa sekitar tahun 1171, hal ini berdasarkan prasasti Angin 23 Maret 1171. Ganesha merupakan lambang kerajaan pada masa pemerintahan raja Sri Aryeswara namun tidak diketahui kapan masa pemerintahannya ini berakhir. Gelar abhisekanya adalah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.

Masa pemerintahan raja Sri Gandra bisa diketahui melalui prasasti Jaring tahun 1181. Pada masa pemerintahan raja Sri Gandra ini banyak menggunakan nama hewan sebagai gelar kepangkatan seseorang dalam istana. Nama-nama ini menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang di istana kerajaan seperti nama gajah, tikus dan kebo.

Melalui prasasti Ceker 1182 serta Kakawin Smaradhana bisa diketahui tentang masa kejayaan pemerintahan raja Sri Kameswara. Pada masa pemerintahannya tahun 1182 – 1185 M seni  sastra mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu buktinya adalah Mpu Dharmaja yang mengarang buku (kitab) Smaradhana. Banyak cerita-cerita rakyat yang sangat terkenal pada masa itu seperti misalnya cerita Panji Semirang.

Pemerintahan raja Sri Kertajaya berlangsung dari tahun 1190 – 1222 Masehi dan terkenal dengan nama “Dandang Gendis”. Selama pemerintahan raja Sri Kertajaya kestabilan Kerajaan Kediri menurun karena hubungannya dengan kaum Brahmana semakin kurang bagus. Banyak kaum Brahmana yang lari dan minta tolong kepada Ken Arok selaku pimpinan Kadipaten Tumapel.

Maka terjadilah perang antara raja Sri Kertajaya dengan Ken Arok yang didukung oleh kaum Brahmana. Peperangan ini terjadi sekitar tahun 1222 M di dekat Ganter dengan kemenangan di tangan Ken arok. Masa pemerintahan raja Sri Kertajaya bisa dilihat dari prasasti-prasasti peninggalannya. Seperti prasasti Kamulan 1194, prasasti Galunggung 1194, prasasti Palah 1197, prasasti Nagarakretagama dan Pararaton, serta Wates Kulon 1205.

kehidupan kerajaan kediri
Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan (Gonda, 1925 : 111). Kerajaan yang beribukota di Dahanapura bawah kaki Gunung Kelud ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh menghijau. 

Pertanian dan perkebunan hasilnya berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi.

Hasil bumi itu kemudian diangkut ke Kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar sehingga Kerajaan Kadiri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharja.

Dalam kehidupan ekonomi diceritakan bahwa perekonomian Kediri bersumber atas usaha  perdagangan, peternakan, dan pertanian. Kediri terkenal sebagai penghasil beras,menanam kapas dan memelihara ulat sutra. 

Dengan demikian dipandang dariaspek ekonomi, kerajaan Kediri sudah cukup makmur. Hal ini terlihat dari kemampuan kerajaan memberikan penghasilan tetap kepada para pegawainya walaupun hanya dibayar dengan hasil bumi. Demikian keterangan yang diperoleh berdasarkan kitab Chi-Fan-Chi dan kitab Ling-wai-tai-ta.

Untuk menopang  penghasilan kerajaan , diberlakukan sistem pajak. Komoditas dagang berupa beras, emas, perak, daging,  dan kayu cendana. Adapun bentuk pajak berupa beras, kayu, dan palawija.

Agama yang berkembang di Kediri adalah agama hindu aliran Waisnawa ( Airlangga titisan Wisnu). Dalam bidang spiritual di Kerajaan Kediri juga sangat maju (Pigeaud, 1924:67). Tempat ibadah dibangun di mana-mana. Para guru kebatinan mendapat tempat yang terhormat. Bahkan Sang Prabu sendiri kerap melakukan tirakat, tapa brata dan semedi. Beliau suka bermeditasi di tengah hutan yang sepi. Laku prihatin dengan cegah dhahar lawan guling, mengurangi makan tidur.

Hal ini menjadi aktifitas ritual sehari-hari. Tidak mengherankan apabila Prabu Jayabhaya ngerti sadurunge winarah (Tahu sebelum terjadi) yang bisa meramal owah gingsire jaman. Ramalan itu sungguh relevan untuk membaca tanda-tanda jaman saat ini.

Prabu Jayabaya memerintah antara 1130 – 1157 M. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa. Kalau rakyat kecil hingga saat ini ingat pada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada masanya berkuasa tindakannya selalu bijaksana dan adil terhadap rakyatnya.

Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.

Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang dihasilkan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Karena tidak selesai, pekerjaan itu dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab itu, nama Jayabaya disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya. Kitab itu berangka tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda suddha candrama (1079 Saka atau 1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Gatutkacasraya dan Hariwangsa.

Kerajaan Kediri.jpg

Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat itu semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei pada tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya.

Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, Kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.

Di tahun 1222, Kertajaya sedang berseteru deengan kaum Brahmana yang lalu memohon perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel dan Ken Arok sendiri juga bercita-cita untuk membuat merdeka Tumapel yang menjadi daerah bawahan dari Kediri. Perang Kediri Tumapel tersebut terjadi di Desa Ganter, pasukan Ken Arok akhirnya berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya sehingga membuat Kerajaan Kediri runtuh dan mulai detik itu berbalik menjadi bawahan Tumapel atau Singasari. Sesudah Ken Arok berhasil untuk mengalahkan Kertajaya, Kediri lalu menjadi wilayah di bawah kekuasaan Singasari dan Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya untuk menjadi Bupati Kediri.

Tahun 1258, Jayasabha kemudian diganti oleh putranya yakni Sastrajaya dan di tahun 1271 Sastrajaya digantikan kembali oleh putranya yakni Jayakatwang. Jayakatwang lalu melakukan pemberontakan pada Singasari yang masih dipimpin Ken Arok, sesudah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang kemudian membangun ulang Kerajaan Kediri, akan tetapi Kerajaan tersebut hanya bertahan selama 1 tahun sebab terjadi serangan gabungan pasukan Mongol dan pasukan Menantu Kertanegara, Raden Wijaya.

peninggalan kerajaan kediri

Sumber sejarah kerajaan Kediri  dapat di telusuri  dari beberapa prasasti  dan berita asing  di antaranya :



Sekian mengenai sejarah seputar kerajaan kediri, semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua, jangan lupa like, koment dan share ya :)


Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat sehingga banyak karya sastra yang dihasilkan. Karya sastra tersebut adalah sebagai berikut :

Sekian Penjelasan tentang Kerajaan Kediri, semoga dapat menambah pengetahuan dan wawasan, terimakasih sudah mampir. Jika ada masukan silahkan koment di bawah. 

Jangan lupa like dan share ya :)
Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment