[ LENGKAP ] ASAL USUL KABUPATEN BANJARNEGARA, Jawa Tengah

Banjarnegara adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kotanya juga bernama Banjarnegara. Kabupaten Banjarnegara terletak di antara 7° 12' - 7° 31' Lintang Selatan dan 109° 29' - 109° 45'50" Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah 106.970,997 ha atau 3,10 % dari luas seluruh Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang di sebelah utara, Kabupaten Wonosobo di sisi timur, Kabupaten Kebumen di sisi selatan, serta Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga di sebelah barat.
kabupaten-banjarnegara

Banjarnegara adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kotanya juga bernama Banjarnegara. Kabupaten Banjarnegara terletak di antara 7° 12' - 7° 31' Lintang Selatan dan 109° 29' - 109° 45'50" Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah 106.970,997 ha atau 3,10 % dari luas seluruh Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang di sebelah utara, Kabupaten Wonosobo di sisi timur, Kabupaten Kebumen di sisi selatan, serta Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga di sebelah barat.

Geografi Banjarnegara

  • Zona Utara, adalah kawasan pegunungan yang merupakan bagian dari Dataran Tinggi Dieng, Pegunungan Serayu Utara. Daerah ini memiliki relief yang curam dan bergelombang. Di perbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang terdapat beberapa puncak, seperti Gunung Rogojembangan dan Gunung Prahu. Beberapa kawasan digunakan sebagai objek wisata, dan terdapat pula pembangkit listrik tenaga panas bumi. Zona sebelah utara meliputi kecamatan Kalibening, Pandanarum, Wanayasa, Pagentan, Pejawaran, Batur, Karangkobar, Madukara
  • Zona Tengah, merupakan zona Depresi Serayu yang cukup subur. Bagian wilayah ini meliputi kecamatan Banjarnegara, Ampelsari, Bawang, Purwanegara, Mandiraja, Purworejo Klampok, Susukan, Wanadadi, Banjarmangu, Rakit
  • Zona Selatan, merupakan bagian dari Pegunungan Serayu Selatan, merupakan daerah pegunungan yang memiliki relief curam meliputi kecamatan Pagedongan, Banjarnegara, Sigaluh, Mandiraja, Bawang, Susukan.

Topografi Bajarnegara

Topografi wilayah ini sebagian besar (65% lebih) berada di ketinggian antara 100 s/d 1000 meter dari permukaan laut. Secara rinci pembagian wilayah berdasarkan topografi.

  • Kurang dari 100 m dari permukaan air laut, meliputi luas 9,82 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Kecamatan Susukan dan Purworejo Klampok, Mandiraja, Purwanegara dan Bawang.
  • Antara 100 – 500 m dari permukaan air laut, meliputi luas 37,04 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Punggelan, Wanadadi, Rakit, Madukara, sebagian Susukan, Mandiraja, Purwanegara, Bawang, Pagedongan, Banjarmangu dan Banjarnegara.
  • Antara 500 -1.000 m dari permukaan air laut, meliputi luas 28,74% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Kecamatan Sigaluh, sebagian Banjarnegara, Pagedongan dan Banjarmangu.
  • Lebih dari 1.000 m dari permukaan air laut, meliputi luas 24,40% dari seluruh wilayah Kabupaten Banjarnegara meliputi kecamatan Pejawaran, Batur, Wanayasa, Kalibening, Pandanarum, Karangkobar dan Pagentan.
  • Sungai Serayu mengalir menuju ke Barat, serta anak-anak sungainya termasuk Kali Tulis, Kali Merawu, Kali Pekacangan, Kali Gintung dan Kali Sapi. Sungai tersebut dimanfaatkan sebagai sumber irigasi pertanian.
Wilayah kabupaten Banjarnegara memiliki iklim tropis, dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/tahun, serta suhu rata-rata 20°- 26 °C.

Sejarah Banjarnegara

Riwayat berdirinya Kabupaten Banjarnegara bermula saat seorang tokoh masyarakat bernama Kyai Maliu melihat keindahan alam di daerah Kali Merawu.

Sejak saat itulah, Kyai Maliu mendirikan sebuah rumah di daerah tersebut. Kemudian disusul sekelompok orang yang membuat rumah-rumah disekitar rumah Kyai Maliu, sehingga membentuk suatu perkampungan yang besar.

Perkampungan itu semakin ramai oleh warga pendatang, hingga menjadi sebuah desa. Desa baru itu dinamakan “BANJAR” sesuai dengan kondisi daerahnya yang berupa sawah berpetak-petak.

Kemudian atas dasar musyawarah penduduk desa, Kyai Maliu diangkat menjadi Kepala Desa, dan dikenal dengan “Kyai Ageng Maliu Pertinggi Banjar”.

Kemajuan desa Banjar semakin meluas ke berbagai daerah karena kepemimpinan Kyai Ageng Maliu yang baik terhadap warganya. Suatu hari Kyai Maliu kedatangan tamu Kanjeng Pangeran Giri Wasiat, Panembahan Giri Pit dan Nyai Sekati. Mereka bertiga adalah keturunan Sunan Giri yang sedang mengembara untuk menyebarluaskan agama islam ke wilayah selatan. 

Sejak kedatangan mereka, desa Banjar semakin ramai dan menjadi pusat perkembangan agama Islam. Begitu juga Kyai Ageng Maliu yang semakin bertambah keilmuannya untuk menata desa Banjar dengan pengetahuan islamnya.

Hingga kemudian desa Banjar menjadi wilayah yang sangat luas dan menjadikannya sebuah kabupaten Banjarnegara. Kabupaten bagian selatan Jawa Tengah yang terkenal dengan Dawet Ayunya ini berbatasan dengan Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan,  Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga.

Seiring dengan berjalannya waktu dalam perang Diponegoro, R.Tumenggung Dipoyudo IV berjasa kepada pemerintah mataram, sehingga di usulkan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono VII untuk di tetapkan menjadi bupati banjar berdasarkan Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I, untuk mengisi jabatan Bupati Banjar yang telah dihapus setatusnya yang berkedudukan di Banjarmangu dan dikenal dengan Banjarwatulembu. Usul tersebut disetujui.

Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan menjadi beban bagi bupati ketika dia harus menghadiri Pasewakan Agung pada saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibu kota kabupaten ke selatan Sungai Serayu.

Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibu kota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam. Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibu kota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi Banjarnegara (Banjar: Sawah, Negara: Kota).

R.Tumenggung Dipoyuda menjabat Bupati sampai tahun 1846, kemudian diganti R. Adipati Dipodiningkrat, tahun 1878 pensiun. Penggantinya diambil dari luar Kabupaten Banjarnegara. 

Gubermen (pemerintahan) mengangkat Mas Ngabehi Atmodipuro, patih Kabupaten Purworejo(Bangelan) I Gung Kalopaking di panjer (Kebumen) sebagai penggantinya dan bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Jayanegara I. 

Dia mendapat ganjaran pangkat "Adipati" dan tanda kehormatan "Bintang Mas" Tahun 1896 dia wafat diganti putranya Raden Mas Jayamisena, Wedana distrik Singomerto (Banjarnegara) dan bergelar Kanjeng Raden Tumenggung JayanegaraII. 

Dari pemerintahan Belanda Raden Tumenggung Jayanegara II mendapat anugrah pangkat "Adipati Aria" Payung emas Bintang emas besar, Officer Oranye.

Pada tahun 1927 dia berhenti, pensiun. Penggantinya putra dia Raden Sumitro Kolopaking Purbonegoro, yang juga mendapat anugrah sebutan Tumenggung Aria, dia keturunan kanjeng R. Adipati Dipadingrat, berarti kabupaten kembali kepada keturunan para penguasa terdahulu.

Di antarapara Bupati Banjarnegara, Arya Sumitro Kolopaking yang menghayati 3 zaman, yaitu zaman Hindia Belanda, Jepang dan RI, dan menghayati serta menangani langsung Gelora Revolusi Nasional (1945 - 1949). 

Ia mengalami sebutan "Gusti Kanjeng Bupati", lalu "Banjarnegara Ken Cho" dan berakhir "Bapak Bupati". Selanjutnya yang menjadi Bupati setelah Raden Aria Sumtro Kolopaking Purbonegoro ialah: R. Adipati Dipadiningrat (1846-1878).


Bupati Banjarnegara dari masa ke masa

  • Mas Ngabehi Atmodipuro (1878-1896)
  • Raden Mas Jayamisena (1896-1927)
  • Raden Sumitro Kolopaking Purbonegoro (1927-1949)
  • Raden Sumitro, Tahun 1949 - 1959.
  • Raden Mas Soedjirno, Tahun 1960 - 1967.
  • Raden Soedibjo, Tahun 1967 - 1973.
  • Drs. Soewadji, Tahun 1973 - 1980.
  • Drs.H. Winarno Surya Adisubrata, Tahun 1980 - 1986.
  • H. Endro Soewarjo, Tahun 1986 - 1991.
  • Drs.H.Nurachmad, Tahun 1991 - 1996.
  • Drs.H.Nurachmad, tahun 1996 - 2001.
  • Drs.Ir. Djasri, MM, MT dan Wabup: Drs. Hadi Supeno, Msi, tahun 2001-2006
  • Drs.Ir. Djasri, MM, MT dan Wabup: Drs. Soehardjo. MM, tahun 2006-2011
  • Sutedjo dan Wabup: Hadi Supeno tahun 2011-2016
  • Budhi Sarwono (Wing Chin) dan Wabup: H. Syamsudin, S.Pd,, M.Pd.



Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment