Sekitar tahun 1755 kerajaan Mataram pecah menjadi 2 wilayah yaitu kasunanan Surakarta dan kasunanan Yogyakarta. Pada waktu itu kasunanan Surakarta dipimpin oleh Sunan Pakubuwono III sedang kasunanan Yogyakarta dipimpin oleh Sunan Mangkubumi I. Pada tahun 1756 seorang Kyai yang bernama Kyai Kerti Yudha dari keturunan Mataram terusik di daerah Surakarta maka dia pergi mengembara untuk mencari ketenangan dan ketentraman hati serta menyebarkan agama Islam.
Perjalanan dimulai ke arah barat, sampailah ke suatu tempat dan dia mengadakan dakwah yang pertama berada di perbatasan barat desa Kutawis, dia membangun sebuah langgar di pinggir sungai. Karena masih tlatah Padunungan Onje, Pagendolan, Banjarnegara maka sungai itu diberi nama Kali Onje. Karena kurang mendapat perhatian oleh masyarakat Kyai Kerti Yudha hanya beberapa bulan saja di sana.
Setelah itu dia melanjutkan perjalanan menuju arah selatan berbatasan dengan desa Karangcengis. Beberapa saat berjalan sudah waktunya untuk sholat, dan kebetulan dia melihat sungai kecil dengan tujuan akan berwudhu. Tapi tiba-tiba ada tiga orang yang tidak dikenal datang menghampiri yang tujuannya adalah merampok. Dikarenakan Kyai Kerti Yudha sakti maka para perampok itu pun kalah dan lari terbirit-birit. Sebelum dia meninggalkan tempat itu Kyai Kerti Yudha memberi nama sungai itu dengan nama Kali Pejagalan.
Walaupun sudah malam dia terus melanjutkan perjalanan menuju ke arah barat, sampailah pada suatu grumbul yang berbatasan dengan desa Penaruban, kemudian ada bebrapa rumah dia mampir untuk istirahat. Pada waktu setelah subuh Kyai Kerti Yudha bercerita tentang kedatangannya yang intinya datang ingin berdakwah Islam dan kebetulan orang-orang di grumbul tersebut sedang membutuhkan guru ngaji.
Beberapa lama kenudian Kyai Kerti Yuda mempunyai rencana, wilayah jatian disekitar grumbul tersebut untuk dibabat untuk membuat desa dan sekaligus membuat langgar, dan para penduduk pun menyetujui rencana Kyai Kerti Yudha. Setelah jatian dibabat grumbul tersebut diberi nama grumbul Karangjati, dan membuat langgar dipinggir sungai yang kemudian sungai itu diberi nama juga Kali Karangjati.
Setelah beberapa lama warga sudah taat beribadah tapi para penduduk mengalami kesusahan yaitu wabah penyakit yang terus menular. Kemudian sang Kyai pergi ke arah utara yang berbatasan dengan desa Krenceng, terdapat ladang yang masih berupa alang-alang di tempat itu Kyai bertapa meminta wangsit agar warga grumbul Karangjati yang sedang dilanda penyakit agar segera sembuh diberi kewarasan. Sang Kyai di ladang tersebut bertemu dengan dua orang Kyai yang mempunyai tujuan sama yaitu Kyai Udan Teka dan Kyai Udan Terang.
Setelah Kyai mendapat wangsit Kyai kembali ke grumbul Karangjati, kemudian tempat bertapa Kyai diberi nama pertapaan Padawaras dan sampai sekarang masih digunakan oleh orang untuk melakukan tapa. Tetapi Kyai Udan Teka dan Kyai Udan Terang bertapa sampai meninggal, kemudian Kyai Kerti Yudha memerintahkan murid-muridnya untuk menguburkan dua Kyai tersebut di ladang Padawara dan sampai sekarang masih dipercaya oleh masyarakat sekitar . Bahwa kalau musim kemarau panjang agar hujan turun Kuburan Kyai Udan Teka dan Kyai Udan Terang diberi atap daun kelapa.
Melihat warga di grumbul Karangjati sudah sehat dan waras Kyai meninggalkan para murid dan warga ke arah Utara sebelah Selatan yang berbatasan dengan desa Pandansari, di situ ada sekelompok penduduk yang kemudian diajak untuk melakkukan ibadah sholat. Para penduduk sekitar menyambut Kyai dengan baik, semakin hari pengikut Kyai banyak kemudian membuat masjid menggunakan bambu dan daun kelapa. Kemudian grumbul para penduduk itu tinggal dinamakan grumbul Kedung Wuluh yang artinya papane wong kang pada wudhu.
Pada suatu hari ada sebagian murid pergi ke sungai untuk berwudhu, mendadak sungai tersebut banjir sampai ada satu orang yang terbawa banjir. Tiba-tiba orang yang hanyut tersebut terbawa arus air sungai yang berbelok-belok hingga akhirnya keponggok, jadi orang tersebut bisa diselamatkan, maka sungai tersebut sampai sekarang dinamai Kali Onggok.
Setelah berhasil mengajarkan ilmu agama di grumbul Kedung Wuluh dan umur Kyai semakin tua, sang Kyai pamit untuk pulang ke daerah Surakarta dengan mengajak 4 orang murid kinasih. Sebelum pergi sang Kyai melakukan semedi di sebelah timur grumbul Kedung wuluh.
Setelah melewati waktu 7 hari bertapa sang Kyai memberi amanah kepada 4 orang muridnya, yang pertama setelah lama dia datang ke daerah ini untuk menyebarkan Agama Islam dan mencari ketenangan lahir batin semuanya sudah terkabul maka sebelum sang Kyai pergi untuk selamanya daerah ini diberi nama oleh Kyai desa Kebutuh.
Kemudian yang kedua sang Kyai meminta kepada 4 muridnya untuk dibuatkan liang lahat dengan ukuran untuk mengubur orang meninggal, serentak keempat murid terkejut dan mejawab untuk apa dibuatkan liang lahat. Sang Kyai menjawab untuk istirahat Kyai selama-lamanya, dan kemudian keempat murid bersama-sama menjawab sendiko Kyai. Amanah yang ketiga adalah, keempat murid disuruh untuk mencari sebuah benang dan mengikat tangannya sebelum dimasukkan ke liang lahat dan kemudian diurug seperti layaknya mengubur orang meninggal.
Setiap hari benang itu ditarik kalau masih berat dan tidak putus berarti sang Kyai masih di situ, dan seandainya benang itu ditarik putus berarti Kyai sudah mati atau sudah tidak berada di situ.
Amanah pun sudah dilakukan oleh keempat muridnya, pada hari keempat betapa terkejutnya para muridnya, ketika benang ditarik kemudian putus tetapi anehnya bundelan yang diikatkan pada kedua tangan Kyai tersebut masih utuh. Kemudian kuburan tersebut dinamakan Kuburan Kyai Kerti Yudha, dan sampai sekarang kuburan tersebut masih ada.
Pada tahun 2000 pemerintahan desa Kebutuh membangun pendopo balai desa yang diprakarsai oleh (Alm.) Bapak Bambang Triono yang menjabat sebagai Sekretaris Desa Kebutuh. Setelah pendopo jadi mengadakan perkumpulan tokoh-tokoh masyarakat dan para kesepuhan untuk membahas nama pendopo tersebut, atas kesepakatan semua elemen masyarakat untuk mengenang Kyai Kerti Yudha maka pendopo tersebut diberi nama Pendopo Kerti Yudha .
Baca Juga
- ASAL USUL DESA PENARUBAN, Bukateja, Purbalingga
- ASAL USUL DESA WIRASABA, Bukateja, Purbalingga
- ASAL USUL DESA TIDU, Bukateja, Purbalingga
- ASAL USUL DESA KEMBANGAN, Bukateja, Purbalingga
- ASAL USUL DESA KEDUNGJATI, Bukateja, Purbalingga
- ASAL USUL DESA KUTAWIS, Bukateja, Purbalingga
- ASAL USUL DESA KARANGCENGIS, Bukateja, Purbalingga
- ASAL USUL DESA KEBUTUH, Bukateja, Purbalingga
- ASAL USUL DESA BUKATEJA, Bukateja, Purbalingga