Asal Usul Desa Cilapar, Kaligondang, Purbalingga

kades-cilapar.jpg

Perbatasan desa cilapar adalah sebelah barat adalah desa kaligondang,sebelah timur desa penolih,sebelah selatan desa tejasari dan lamuk dan sebelah utara adalah desa selanegara.

Asal usul Desa Cilapar

Konon dikisahkan leluhur Desa Cilapar yaitu Anggadipa yang berasal dari Jawa Barat memperistri Nyai Gadung Mlati dari Desa Cilapar. Seorang perempuan yang paling cantik di Desanya, berambut panjang hingga menyentuh mata kaki.

“Cilapar” sendiri berasal dari dua suku kata yaitu Ci  atau dalam bahasa sunda “Cai”  yang memiliki arti “air.  Dan “lapar”  berasal dari bahasa Jawa “mlapar-mlapar” yang memiki arti melimpah.

Jadi "Cilapar" artinya air yang melimpah. Karena di Tengah desa terdapat sungai ranu yang airnya sangat melimpah dan tidak pernah kering meski pada musim kemarau sekalipun, jika musim hujan tiba airnya bisa mengakibatkan banjir.

Perang Biting di Kaligondang

Sejarah Perang Biting terjadi didesa-desa Kaligondang, Selanegara, Selakambang, dan Cilapar, antara Pasukan Diponegoro melawan kompeni Belanda, berkobar semasa Raden Tumenggung Bratasudira menjabat sebagai Bupati Purbalingga ketiga.

Tetapi kenyataannya, kompeni telah memperalat orang-orang pribumi untuk menhadapi lawannya.

Selaku Bupati yang berpihak kepada Belanda, karena Kabupaten Purbalingga dibawah pemerintahan Surakarta, Raden Tumenggung Bratasudira memerintahkan rakyatnya untuk membuat jagang (lubang perlindungan berbentuk melingkar) di desa-desa yag menjadi ajang pertempuran itu. Semua pemuda usia antara 18-30 tahun diwajibkan ikut ambil bagian dalam menghadapi pasukan Dipopegoro itu.

Bertindak sebagai komandan pasukan Purbalingga ini adalah Raden TARUNAKUSUMA (adik kandung R.T. Bratasudira). Kecuali bantuan dari kompeni, ia dibantu juga oleh:
1. Adipati Lanjar (Banyumas), 
2. Adipati Cakranegara (Banyumas), 
3. Adipati Panolih (Sokaraja), 
4. Adipati Alang-Alang Bundel (Banjaran), 
5. Adipati Karanglewas (Kutasari), 
6. Orang Cina totok bernama Tho A Tjan dan Gan Tiong Sun 
yang masing-masing berasal dari Bayeman dan wiradesa
Tho A Tjan terkenal dengan sebutan A Tjan, sedangkan Gan Tiong Sun dinamakan juga Gentong Lontong. Pasukan Diponegoro dipimpin oleh Tubagus Buang asal Banten. Ia pun mendapat bantuan dari: 1. Bupati Banjarnegara dengan Putera, 2. Adipati Ambal (Kebumen), dengan Putera, 3. Ki Sura Menggala (Binorong, Banjarnegara), 4. Ki Singa Yuda (dari Singamerto), dan 5. Ki Purwo Suci dari Jogjakarta.

Sungai Lebak dijadikan garis demarkasi. Pihak Belanda disebelah barat, dan lawannya diseberang timur sungai.

Kedua belah pihak bertempur mati-matian dan semrawut. Pernah pada suatu malam terjadi pertempuran dipertigaan jalan. Karena suasan gelap, maka kedua belah pihak berperang secara membabi buta. Tidak kenal mana kawan dan mana lawan. Akibatnya banyak korban mati penasaran. Adipati Lanjar melarikan diri. Sabuk (ikat pinggang) yang dipakainya jatuh disuatu tanjakan jalan. Akhirnya ia ia sendiri jatuh tersungkar (kesumpet) disebuah sungai, hingga menemui ajalnya. Sungai itu hingga sekarang dinamakan kali Sumpet.

Korban jiwa dikedua belah pihak tidak sedikit jumlahnya. Sebagian besar dikalangan mereka terdiri dari orang-orang pribumi. Memang tragis, mereka telah menjadi korban akibat politik devide et impera Belanda yang tak berperikemanusiaan.

Tempat di mana ertempuran semrawut itu terjadi, hingga sekarang dinamakan Gembrungan. Dan tanjakan di mana sabuk Adipati Lanjar hilang disebut tanjakan Sabuk. Sebagian masyarakat masih menganggap, bahwa tanjakan Sabuk tersebut merupakan tempat pengalapan (sering terjadi kecelakaan).

Bersamaan prajurit-prajurit lainnya, Tubagus Buang dalam pertempuran itu pun gugur. Jenazahnya dimakamkan didesa Kaligondang. Namanya makam BANTENAN. Mungkin nama ini ada kaitannya karena ia berasal dari Banten. Sementara itu prajurit-prajurit Diponegoro lainnya yang gugur dimakamkan dipekuburan Priyayi desa Kaligondang.

Selain Adipati Lanjar dipihak Belanda pun kehilangan Gan Tiong Sun yang merupakan prajurit inti. Makam Gan Tiong Sn disebut pesarehan Gendung Kala Ganaceng. Lokasinya di Blok Biting desa Kaligondang. Biting dari asal kata beteng, artinya tempat perlindungan dalam perang.

Pertempuran berkahirsetelah ada berita, bahwa Pangeran Biponegoro ditangkap dan diasingka Belanda. Prajurit-prajurit kedua belah pihak telah terlanjur berantakan. Yan masih hidup mengungsi atau pulang keasalnya masing-masing. Ki Purwa Suci menetap di desa Selakambang hingga akhir hayatnya. Makam Ki Purwa Suci di desa Selakambang itu oleh sebagian masyarakat masih diangap keramat.

Sesuai perang Diponegoro semua prajurit Purbalingga yang selamat dikumpulkan. Mereka diberi hadiah dan penghargaan sebagai tanda jasa dari Bupati. Tha A Tjan mendapat sebidang tanah disebelah selatan Bojongsari yang sampai sekarang dikenal dengan sebutan Kutabaru.
Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment