SEJARAH BABAD ONJE PURBALINGGA

Orang Onje mengklaim dirinya keturunan langsung raja Pajang melalui putri Menoreh yang sedang hamil empat bulan yang diserahkan kepada Ki Tepus Rumput (versi lain Syekh Maulana Maghribi).
Ritual Penggelan Onje

Orang Onje mengklaim dirinya keturunan langsung raja Pajang melalui putri Menoreh yang sedang hamil empat bulan yang diserahkan kepada Ki Tepus Rumput (versi lain Syekh Maulana Maghribi). 

Pengakuan semacam ini penting bagi suatu pusat di lokalitas tertentu agar mereka beserta keturunannya dapat lebih eksis dan melewati masa kekuasaan yang panjang sehingga mereka akan bisa melegitimasikan diri sebagai penguasa lokalitas yang sah.

Oleh karena itu, Babad Onje senantiasa menghubungkan diri dengan penguasa pusat yang lain seperti kadipaten Cipaku dan Medang (versi lain Pasirluhur), bahkan pusat kerajaan Jawa yang berkuasa pada masa itu sehingga nama-nama raja itu disebut secara berurutan seperti tampak pada teks Babad Onje, yaitu Sultan Pajang, Ki Ageng Mataram, Pangeran Sayidiyah Kemuning, Pangeran Sayidiyah Krapyak, Sultan Kuwasa, Suhunan Plered, Suhunan Mas, dan Suhunan Paku Buwana. Penyebutan raja-raja itu memang tidak konsisten, terutama nama dan gelarnya, bahkan nama Mangkurat Amral tidak disebutkan. 

Tampaknya keberadaan raja-raja tersebut itu penting karena Susuhunan Mangkurat Mas atau Mangkurat III pernah mengambil gadis Onje sebagai salah seorang selirnya. Teks Babad Tanah Jawi edisi Meinsma menyatakan bahwa Pangeran Adipati Anom yang sudah memiliki istri utama (raden ayu adipati) kehidupannya tidak akur dengan istrinya itu karena Adipati Anom mengambil dua orang selir, yaitu satu keturunan orang Kalang dan yang lainnya berasal dari Onje. 

Rupanya gadis Onje ini bisa merebut cinta kasih Adipati Anom sehingga statusnya dinaikkan menjadi garwa meskipun Raden Ayu dari Kapugeran itu terkenal kecantikannya. 

Namun, Raden Ayu akhirnya dikembalikan kepada ayahnya, yakni Pangeran Puger dan gadis Onje itu diangkat kedudukannya dengan nama Ratu Kencana.

Ketika Pangeran Puger menjadi raja dengan gelar Susuhunan Paku Buwana I, Kadipaten Onje menurut teks Babad Onje itu berakhir. Keberakhiran Onje sebagai kadipaten kemudian statusnya menjadi desa perdikan di bawah kekuasaan Kiai Ngabehi Denok di Pamerden. Ki Pangulu Onje (Kiai Ngabdullah) ditetapkan sebagai orang yang mengurusi perdikan dengan wilayah Tuwanwisa, Pesawahan, dan Onje, serta berkewajiban memelihara makam leluhur di Onje dan mendirikan salat Jumat.

Demikianlah sekilas gambaran Onje secara umum sebagaimana dilukiskan oleh teks Babad Onje. 
Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment