ASAL USUL DESA GUMELEM, Banjarnegara

Terbentuknya Desa Gumelem Wetan dan Desa Gumelem Kulon adalah sebuah rentetan sejarah yang sangat panjang dari sebelum Sutawijaya menjadi Raja di Kerajaan Mataram hingga Kerajaan Mataram Islam mengalami kejayaan. Di masa Kerajaan Mataram, beberapa momentum penting yang terkait dengan berdirinya / terbentuknya Desa Gumelem dapat di kisahkan dalam Kisah Dwegan Klapa Ijo dan Perdikan Gumelem.
sd n 1 gumelem kulon

Terbentuknya Desa Gumelem Wetan dan Desa Gumelem Kulon adalah sebuah rentetan sejarah yang sangat panjang dari sebelum Sutawijaya menjadi Raja di Kerajaan Mataram hingga Kerajaan Mataram Islam mengalami kejayaan. 

Di masa Kerajaan Mataram, beberapa momentum penting yang terkait dengan berdirinya / terbentuknya Desa Gumelem dapat di kisahkan dalam Kisah Dwegan Klapa Ijo dan Perdikan Gumelem.

KISAH DWEGAN KLAPA IJO

Asal muasal Gumelem berawal dari sebuah peristiwa yang dilakoni oleh dua orang kakak beradik yaitu Ki Ageng Pamanahan dan Ki Ageng Giring (Juru Mertani). 

Konon di Abad ke XIV, sewaktu Ki Ageng Giring sedang berladang, beliau mendengar suara gaib yang mengatakan siapa yang meminum dwegan klapa ijo yang dipetiknya diladang dengan sekali habis, maka anak turunanya akan menjadi raja-raja di tanah Jawa. Namun, merasa dirinya belum merasa haus, kelapa muda yang baru dipetiknya itu diparas dulu dan disimpan di rumah di atas “ Para “ . 

Selesai melakukan aktivitas bertani, Ki Ageng Giring pulang ke rumah dan melihat Dwegan Klapa ijo nya sedang di minum Ki Ageng Pamanahan, melihat peristiwa itu, Ki Ageng Giring hanya mengatakan sesuatu kalimat yang mengandung maksud sudah menjadi keberuntungan Ki Ageng Pamanahan dan keturunan – keturunanya. 

Apa yang menjadi keyakinan Ki Ageng Giring terhadap Air Kelapa Muda diatas ternyata terbukti. Tahun 1600-an anak dari Ki Ageng Pamanahan yang bernama Sutawijaya menjadi Raja Mataram. Dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alogo Sayidin Panoto Gomo. Dan salah satu istrinya bernama Nawangsasi (anak Ki Ageng Giring) hingga mempunyai anak yang bernama Jaka Umbaran. 

Pengembaraan Ki Ageng Giring dan Nawangsasi ke arah barat terkait dengan “Kawitaning Rasa” (Purwa Sari) yang merupakan pesan Raja Mataram untuk Ki Ageng Giring yang disampaikan oleh Jaka Umbaran. 

Suatu saat tibalah di padukuhan Salamerta, Masyarakat di Padukuhan Salamerta saat itu memohon kepada Nawangsasi untuk menetap, karena itu akhirnya Ki Ageng Giring meneruskan pengembaraan sendirian ke arah utara menyeberang sungai (sekarang Sungai Serayu) hingga menuju Dukuh Buaran. 

Tidak lama kemudian, karena usia yang telah sepuh, kesehatan Ki Ageng Giring semakin menurun. Merasa kondisi yang demikian, Ki Ageng Giring berucap dan mengingatkan kepada para pengikutnya, “ Yen Aku Mulih Marang Kasedan Jati, Aku Duwe Piweling : 
  • Layonku sucenana ing Sumur Beji 
  • Layonku Gotongen Gawa Ngetan Pernahe 
  • Yen Layonku Ora Kuat Digotong Lerenana 

Benar apa yang diucapkan Ki Ageng Giring, maka bergegas kemudian para pengikut dan penduduk setempat melaksanakan pesan Ki Ageng Giring. Di suatu tempat, tandu yang untuk membawa Ki Ageng Giring terasa berat dan selanjutnya diletakan di atas tanah, namun kejadian aneh tiba-tiba muncul dimana tanah yang untuk meletakan tandu tersebut makin lama makin ambles (mendek) dan diketahui juga Ki Ageng Giring sudah tidak ada di dalam Tandu. 

Mengetahui kejadian ini, dimakamkanlah tandu Ki Ageng Giring di sebuah bukit yang kini terkenal dengan nama Bukit Girilangan (Ki Ageng Giring Ilang).

PERDIKAN GUMELEM

Mengetahui Ki Ageng Giring menghilang (wafat) di Padukuhan Karang Tiris (sekarang Gumelem), Raja Mataram mengutus panglima perangnya yang bernama Udhakusuma alias Hasan Besari alias Ki Ageng Gumelem untuk menjaga (sebagai juru kunci) Makam Ki Ageng Giring. 

Udhakusuma bertemu dengan Singakerti (tokoh besar asli Padukuhan Karang Tiris) dan bersama-sama melakukan meditasi. Karena perintah Raja, Udhakusuma meditasi di Puncak Gunung Wuluh dan Singakerti di Bukit Wuluh Amba. 

Dan masing-masing mendapatkan pusaka yang diharapkan oleh Raja Mataram, Udhakusuma mendapatkan pusaka yang beruwujud Sodor (Tombak) dan Singakerti mendapatkan pusaka berwujud Gonjur (Kalebet / Bendera) 

Udhakusuma mengajak Singakerti untuk menghadap Raja Mataram guna menyerahkan pusaka-pusaka tersebut, namun Singakerti tidak berkenan dan hanya menitipkan pusaka yang diperolehnya kepada Udhakusuma karena Singakerti merasa tidak diperintah oleh Raja. 

Sebagai imbalannya, Raja Mataram memerintahkan kepada Udhakusuma untuk memilih beberapa benda Pusaka yang lain milik Kerajaan Mataram, dipilihnya sebuah Udheng (Ikat Kepala) dan Jubah. 

Mengetahui yang diambil oleh Udhakusuma adalah benda-benda tersebut maka Raja Mataram memberikan hadiah lagi berupa Tanah yang sekarang dikenal dengan nama Gumelem. 

Pada saat Udhakusuma berangkat untuk menetap di wilayah seluas 972.802 hektar itu, Udhakusuma membawa serta pengawal dan para abdi yang memiliki kemampuan dibidang budaya, seni dan lain sebagainya. Maka dari itu sampai sekarang banyak kebudayaan Gumelem yang erat kaitannya dengan Mataram, salah satunya Batik dan Empu pandai besi. 

Udhakusuma kembali diberi perintah oleh Raja Mataram, perintah raja kali ini adalah untuk menumpas pemberontak yang bermukim di Gunung Tidar yang pimpinan Adipati Ukur. Karena Udhakusuma sudah usia lanjut, maka Udhakusuma memerintahkan kepada anaknya yang bernama Wirakusuma. 

Keberhasilan Wirakusuma dalam mengalahkan Adipati Ukur, ternyata berbalik. Karena bujukan Adipati Unus, Wirakusuma akhirnya bergabung dan memimpin Pasukan Adipati Unus untuk melawan Kerajaan Mataram yang saat itu masih di pimpin Panembahan Senopati. 

Mengetahui kekuatan Adipati semakin kuat, Udhakusuma diperintahkan kembali untuk menumpasnya dan Udhakusuma memerintahkan putra yang bernama Raden Jono untuk melawan kekuatan pasukan Adipati Ukur yang dipimpin Wirakusuma. Dimana akhirnya Wirakusuma dapat dikalahkan dan ditangkap serta dihukum dengan cara dipenggal kepalanya. 

Atas jasa-jasa Udhakusuma yang selalu berhasil mengemban perintah Raja Mataram, maka Panembahan Senopati memberikan Status Demang Nggumelem atau Ki Ageng Gumelem kepada Udhakusuma dan dibebaskan dari segala bentuk Upeti atau Pajak Kerajaan. 

Dalam perkembangannya di Kademangan Gumelem, terjadi pemisahan Gumelem menjadi Gumelem Lor dan Gumelem Kidul (kini Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon). 



Sekian mengenai asal usul desa gumelem banjarnegara, jika ingin bertanya silahkan komen dibawah ya..
Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment