MITOS ASAL-USUL PANTAI “WATU ULO” Jember-Jawa Timur

Masyarakat Jember menceritakan bahwa nama pantai Watu Ulo bermula dari kisah berikut. Pada zaman dahulu Ajisaka (baca: Ajisoko) datang ke tanah Jawa.

PANTAI “WATU ULO”

Masyarakat Jember menceritakan bahwa nama pantai Watu Ulo bermula dari kisah berikut. Pada zaman dahulu Ajisaka (baca: Ajisoko) datang ke tanah Jawa. Di Jawa, negeri Medang Kamula, ia mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan kesaktian kepada masyarakat.

Saat mengajari murid-muridnya, ilmunya didengar ayam yang sedang mencari makan di bawah pondok perguruannya. Seharusnya, siapapun tidak boleh mendengar ajaran Ajisaka, selain murid yag sudah diijinkan. Karena mendengar matra-mantra yang diajarkan kepada muridya, seekor ayam itu mendadak bertelur yang amat besar, tidak seperti biasanya.

Saat telur itu dierami dan menetas, ternyata yang keluar dari cangkang telur bukan anak ayam, tetapi anak naga raksasa, yang mampu berbicara seperti manusia. Anak naga itu bicara terus, dan menanyakan siapa ayahnya. Oleh masyarakat setempat naga itu diberi tahu kalau ingin tahu siapa ayahnya, disuruh tanya ke rang sakti bernama Ajisaka. Lalu, anak naga itu mendatangi Ajisaka dan bertanya siapa ayahnya.

Ajisaka tidak terkejut, lalu diberi tahulah anak naga itu bahwa sebenarnya anak naga itu memang anaknya yang tercipta dari telur ayam lewat mantra-mantra. Walaupun mengakui naga itu sebagai anaknya, Ajisaka tidak mengijinkan naga itu ikut dengannya. Ajisaka menyuruh anak naga itu bertapa di pantai laut selatan. Kemudian anak naga itu bertapa di pantai selatan.

Saat bertapa, naga itu sesekali bangun dari meditasi untuk makan binatang apa saja di sekitarnya. Ratusan tahun ia bertapa, badannya tambah besar. Badannya di Jember, kepalanya sampai Banyuwangi, dan ekornya memanjang sampai Jawa Tengah. Karena tubuhnya membesar akibatnya makanan di sekitarnya tidak cukup, maka sesekali naga itu mencari makan di tengah laut selatan.

Karena lamanya bertapa sampai badannya ditumbuhi lumut seperti kayu. Suatu hari, penduduk di sekitar pertapaan naga kehabisan kayu bakar. Penduduk menemukan kayu besar dan memanjang maka dipotonglah kayu itu. Saat dipotong kayu itu mengeluarkan getah seperti darah, sehingga semua penduduk terheran-heran tetapi penduduk tetap saja mengambilnya sebagai kayu bakar.

Sampai sekarang naga yang telah besar itu masih bertapa di pantai laut selatan, tetapi tubuhnya tidak lengkap lagi karena dipotong penduduk untuk kayu bakar, tinggal kepalanya ada di Banyuwangi, badannya di pantai selatan Jember, dan ekornya di Jawa Tengah. Bagian-bagian tubuh itu mengeras seperti batu, dan sampai sekarang masih bisa ditemukan batu-batu seperti sisik kulit ular di pantai selatan Jember.

Oleh penduduk, pantai itu disebut pantai “Watu Ulo” (Batu Ular) karena batu-batunya tersusun seperti sisk kulit ular. Konon pada saatnya naga itu akan berubah menjadi manusia yang sakti dan akan menjadi pemipin dan penguasa di tanah Jawa atau Indonesia. (Dikumpulkan dan diceritakan ulang dari cerita masyarakat Jember dan sekitarnya)

Disadur sepenuhnya dari buku Mitos dalam Tradisi Lisan Indonesia Karya Dr. Sukatman, M.Pd. halaman 35-36.

VERSI LAIN :

Mitos versi lain :Konon, dahulu kala, hiduplah sepasang suami istri yang bernama Aki dan Nini Sambi. Pasangan ini dikaruniai anak yang bernama Joko Samudera. Si ayah bekerja mencari kayu bakar di perbukitan di sekitar pantai, sedangkan si anak mencari ikan di laut. 

Di suatu hari, Aki serta Nini Sambi yang tengah mencari kayu bakar mendengar adanya suara tangisan bayi. Mereka lantas mencari sumber suara tersebut yang ternyata berasal dari seorang bayi laki-laki. Merasa tidak tega, Nini Sambi pun lantas jatuh kemudian dan merawat si bayi. Bayi ini kemudian diasuh dan diberi nama Marsudo.

Seiring waktu berlalu, kedua anak lelaki Aki dan Nini Sambi pun tumbuh dewasa. Mereka secara bergantian mencari ikan di laut. Suatu ketika Marsudo sedang mencari ikan, dia begitu kaget ketika mengangkat pancingnya dan yang didapatkannya adalah seekor ikan raksasa yang dapat berbicara. Ikan yang bernama Raja Mina itu pun ingin Marsudo melepaskan dirinya. 

Dan sebagai ganti, Raja Mina akan mengabulkan semua keinginannya. Marsudo lantas melepas ikan raksasa tersebut. Dengan rasa terima kasih, Raja Mina langsung berenang pergi. Akan tetapi, sesampaianya dia di rumah, Marsudo malah dimarahi oleh orang tuanya sebab melepaskan ikan yang sangat besar itu.

Tidak tega saudaranya kena marah, Joko Samudera pun pergi memancing ke laut untuk menggantikan adiknya itu. Bukannya mendapatkan ikan, Joko Samudera malahan mendapatkan seekor ular laut raksasa. Ular tersebut mengamuk ketika kail pancing Joko Samudera telah melukai tubuhnya.

Joko Samudera dan Ular raksasa pun berduel sengit. Melihat kakaknya tengah berjibaku melawan ular raksasa, Marsudo pun memanggil Raja Mina yang sebelumnya dia selamatkan. Dia menagih janji Raja Mina untuk memenuhi permintaannya. Ia meminta Raja Mina memenangkan kakaknya dalam melawan ular raksasa itu. Raja Mina pun lantas memberi Marsudo cemeti (cambuk). 

Ikan yang dapat berbicara tersebut berpesan supaya Ia memukul tubuh ular raksasa itu dua kali, sehingga tubuh ular akan terbelah menjadi tiga. Pisahkanlah ketiga bagian tubuh ular itu ke 3 tempat, jadi tidak dapat bersatu kembali. Karena jika bersatu, ular tersebut akan hidup lagi. 

Ular tersebut pun lantas dapat ditaklukkan. Dan saat ini, di pinggir pantai Watu Ulo, terdapat gugusan batu yang seperti anatomi tubuh ular yang sangat besar. Panjang serta berlekuk, permukaannya pun seperti sisik. Menarikbukan? Itulah Legenda dibalik wisata pantai Watu ulo yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.

Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Post a Comment