[LENGKAP] Sejarah Nama Desa Badamita, Margayasa, Tejasari, Kembang, Sokaraja, Sokawera, Kandangwesi

Sejarah Nama Desa Badamita, Margayasa, Tejasari, Kembang, Sokaraja, Sokawera, Kandangwesi
Sejarah Nama Desa Badamita, Margayasa, Tejasari, Kembang, Sokaraja, Sokawera, Kandangwesi

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya dan tidak melupakan sejarah asal usulnya, inilah yang menjadi dasar bagi kami pemerintah Desa Badamita berusaha terus menggali, menemukan dan melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah yang berhubungan dengan cikal bakal berdirinya Desa Badamita dan merupakan tetenger berdirinya Desa Badamita.

Sejarah Babad Desa Badamita ini sebagian merupakan kutipan dari buku Babad BADAPAMITA karangan Ki Suparno yang merupakan seorang tokoh mayarakat Desa Badamita yang menjadi seorang dalang. Karena buku Babad BADAPAMITA masih menggunakan bahasa Jawa maka dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Sebagian lagi bersumber dari cerita turun temurun yang dipercayai dan merupakan suatu kearifan lokal yang harus kita lestarikan bersama.

Desa Badamita merupakan sebuah desa yang terletak di ujung barat laut Kabupaten Banjarnegara yang secara geografis masuk dalam wilayah Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Purbalingga.

Desa Badamita memiliki luas kurang lebih 360 Hektare dengan batas wilayah sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kincang dan Desa Tanjunganom, sebelah barat berbatasan dengan Desa Bandingan dan Desa Timbang Kecamatan Kejobong Kabupaten Purbalingga, sebelah utara berbatasan dengan Desa Tribuana dan Desa Sambong Kecamatan Punggelan, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Desa Lengkong. Mayoritas penduduk Desa Badamita bermata pencaharian sebagai buruh tani dan ternak.

Cerita asal muasal berdirinya Desa Badamita sendiri dimulai dari cerita Kerajaan Majapahit, sebagai berikut :

I. Kerajaan Majapahit

Cerita ini dimulai dari Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Durga Meluh. Dalam suatu pertemuan agung yang dihadiri oleh Patih Sura Kecu, guru dan para punggawa kerajaan lainnya.

Dalam pertemuan itu sang Raja mengutarakan apa yang sedang menjadi beban pikirannya, yaitu tentang keberadaan Tumenggung Citra Yuda yang menempati wilayah di sekitar Larangan dan telah tercukupi kehidupannya. 

Sang Raja merasa tersinggung dikarenakan dalam pertemuan agung itu Tumenggung Citra Yuda tidak hadir, padahal sudah diberi tiga buah batang pohon untuk ditanam disekitar Tumenggungan meliputi tiga arah penjuru angin yaitu di sebelah barat, utara dan selatan. 

Maksud dari ditanamnya tiga batang pohon itu adalah kelah disekitar Tumenggungan akan terlihat asri, indah dan bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya.

Yang menyebakan sang Raja heran dan takjub sekaligus tidak suka adalah kesaktian dari Tumenggung Citra Yuda. Apabila Tumenggung Citra Yuda ditantang adu kesaktian ataupun perang dimanapun akan selalu mendapatkan kemenangan. 

Sang Raja pun mempunyai niat jahat menginginkan kematian sang Tumenggung. Dalam pertemian agung itu sang Raja meminta nasihat dari para Guru, Patih dan punggawa-punggawa besarnya bagaimana cara menyingkirkan Tumenggung Citra Yuda.

Pada akhirnya sang Guru menyarankan kepada sang Raja cara untuk mengalahkan Tumenggung Citra Yuda adalah dengan mempersunting adik Tumenggung Citra Yuda yang bernama Dewi Anjani dengan tujuan setelagh Dewi Anjani diperistri maka sang Raja berharap Dewi Anjani akan menceritakan rahasia kesaktian Tumenggung Citra Yuda dan kelemahan-kelemahannnya. 

Sang Raja pun setuju dengan usul dari Gurunya Ki Tunggal Seta dan segera memerintahkan Patihnya Sura Kecu untuk datang melamar Dewi Anjani di Tumenggungan untuk selanjutnya diboyong untuk menjadi istri dari Raja Durga Meluh.

Akan tetapi dalam perjalanannya ke Tumenggungan Larangan Patih Sura Kecu belum pulang ke Kerajaan sehingga hal ini membuat Raja Durga Meluh menjadi resah dan bertanya kepada Gurunya Ki Tunggal Seta mengapa Patih Sura Kecu belum juga datang membawa Dewi Anjani. 

Sang Guru menjawab bahwa perjalanan menuju Tumenggungan Larangan memang sangat jauh dan harus melewati hutan belantara sehingga membutuhkan waktu yang lama.

Pada akhirnya Patih Sura Kecu datang dengan selamat menghadap Raja Durga Meluh untuk melaporkan misinya membawa Dewi Anjani ke hadapan Raja. Rajapun merasa senang dengan hasil yang dibawa oleh Patihnya itu. 

Sebelum menemui Dewi Anjani, Raja Durga Meluh diperingatkan oleh Gurunya untuk ingat pada tujuan semula yaitu menanyakan kelemahan Tumenggung Citra Yuda kepada adik perempuannya Dewi Anjani. 

Dengan harapan setelah mengetahui kelemahannya maka Tumenggung Citra Yuda akan diundang untuk menyaksikan pernikahan Raja Durga Meluh dengan Dewi Anjani adiknya. Dewi Anjani menceritakan kelemahan kakaknya yaitu dengan Cinde (selendang) yang dijeratkan di lehar.

Tibalah hari resepsi pernikahan antara Raja Durga Meluh dengan Dewi Anjani yang dimeriahkan dengan tari-tarian. Seluruh tamu undangan disuruh untuk turut serta menari di acara yang megah itu. Diam-diam Raja Durga Meluh memerintahkan Patih Sura Kecu untuk mempersiapkan selendang yang akan digunakan untuk menjerat leher sang Tumenggung. 

Akibat larut dalam suasana pesta maka Tumenggung Citra Yuda terlena. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Raja Durga Meluh untuk menjerat leher Tumenggung Citra Yuda sehingga menyebabkan tewasnya sang Tumenggung.

Sementara itu di Tumenggungan Sokaraja adik laki-laki Tumenggung Citra Yuda yaitu Setya Guna menjadi bingung dan khawatir dikarenakan Tumenggung Citra Yuda tidak kunjung pulang padahal acara pernikahan sudah selesai. Maka timbul keinginannya untuk segera menyusul sang kakak ke Majapahit. 

Dalam perjalanannya menuju Majapahit Setya Guna mendapat kabar bahwa kakak tercintanya tewas dibunuh oleh Raja Durga Meluh dengan cara dijerat lehernya menggunakan selendang, dan telah dimakamkam di sebelah selatan sungai di sebelah kerajaan Majapahit.

Mendengaar cerita itu maka Setya Guna segera menuju lokasi makam Tumenggung Citra Yuda seperti kabar yang diterimanya. Pada saat itu kerajaan masih daam suasana libur dikarenakan adanya acara pernikahan Raja Durga Meluh dengan Dewi Anjani. Akhirnya Setya Guna sampai pada lokasi makam dan menemukan makam baru. 

Dia berniat menggalinya untuk memastikan jasad kakaknya dan memindahkannya ke Tumenggungan Sokaraja. Ketika sedang melakukan penggalian, tiba-tiba ada warga yang melihat Setya Guna yang mirip kakaknya Tumenggung Citra Yuda sehingga dianggap Tumenggung Citra Yuda hidup kembali.

Kabar inipun segera menyebar ke seluruh pelosok Majapahit dan sampailah pada sang Raja. Raja Durga Meluh merasa kaget dan segera memerintahkan seluruh Patih dan Punggawanya untuk mencari dan mebinasakan Setya Guna yang dianggap sebagai Tumenggung Citra Yuda.

Baru saja Setya Guna mengambil sebilah batang ntuk mengukur makam kakaknya, terdengan prajurit kerajaan datang berniat memporak porandakan makam Tumenggung Citra Yuda.

Mengetahui hal tersebut, Setya Guna bergegas melarikan diri menyeberangi sungai. Akan tetapi pasukan prajurit Majapahit terus mengejar sehingga Setya Guna menceburkan diri ke dalam sungai. Suasana gelap gulita disertai hujan deras dan angin ribut yang menyebabkan air sungai meluap dan menewaskan sebagian prajurit Majapahit. 

Tempat dimana air banjir menyebabkan tewasnya sebagian prajurit Majapahit kelak bernama ‘BANJARNEGARA’. Setelah menyeberang sungai, prajurit Majapahit melanjutkan pengejaran secara pelan-pelan sambil membanjarkan pasukan dikarenakan merasa sudah dekat dengan Katumenggungan. 

Akan tetapi untuk sesaat mereka merasa ragu-ragu apakah ini jalan yang benar atau salah menuju Katumenggungan Larangan sehingga di lokasi ini kelak dinamakan ‘BANJARMANGU’. Selanjutnya prajurit Majapahit melanjutkan pengejaran terhadap Setya Guna melalui hutan /alas yang gelap gulita dan angker sehingga tempat ini kelak dinamai ‘WANADADI’.

Sementara itu Setya Guna sudah menjauh dari kejaran para prajurit Majapahit. Di tengah kelelahan yang menghinggapi prajurit, mereka berangan-angan seandainya bisa menangkap Setya Guna (yang karena kemiripannya dianggap sebagai Tumenggung Citra Yuda yang hidup kembali) dan diserahkan kepada Raja Durga Meluh. Di suatu tempat para prajurit menjadi ragu-ragu kembali sehingga tempat ini dinamakan ‘KARANG MANGU’ (Sebuah dusun di Desa Lengkong).

Setelah Setya Guna sampai di Tumenggungan Larangan, semua prajurit kehilangan jejaknya. Jalan yang dilewati menjadi gelap gulita seperti menemui jalan buntu (PUGUH) sehingga tempat ini kelak bernama ‘PAGUAN’ (Sekarang bernama Dusun Paguan). Untuk sementara pasukan Majapahit beristirahat sambil mengawasi Tumenggungan Larangan dari jarak jauh sambil makan bekal yang dibawa.

Ketika Prajurit Majapahit sedang istirahat, Setya Guna menceritakan kepada warga Tumenggungan bahwa Tumenggung Citra Yuda telah tewas dibunuh Raja Durga Meluh. Setya Guna memperlihatkan batang kayu yang menjadi ukur makam Tumenggung Citra Yuda kepada warganya. 

Setelah melalui musyawarah, maka batang ukur tersebut dikubur layaknya mengubur jasad Tumenggung Citra Yuda. Dalam acara pemakamn ini Ni Tumenggung beserta seluruh kerabat Katumenggungan mempersiapkan kembang (SOKA) dan uang (RINI) sehingga makam ini kelak bernama ‘SOKA RINI’ (saat ini bernama Pesarean Tumenggungan Sokarini, tepatnya di RT 02 RW 04 dukuh Sokabangsa Desa Badamita).

Karena Tumenggung Citra Yuda telah wafat, maka tampuk kekuasaan Katumenggungan diserahkan kepada Setya Guna sebagai adik laki-laki dari Tumenggung Citra Yuda, namun Setya Guna merasa belum menguasai sepenuhnya pemerintahan Katumenggungan. 

Setelah menjabat sebagai Tumenggung menggantikan kakaknya, Tumenggung Setya Guna sering berziarah ke makam Tumenggung Citra Yuda. Ketika Tumenggung Setya Guna berkeliling, beliau menemukan banyak prajurit Majapahit masih berjaga di sekitar Katumenggungan. Tapi dari sekian banyak prajurit Majapahit itu tidak ada satupun yang melihat Tumenggung Setya Guna.

Di lain tempat, Patih Sura Kecu berunding dengan Ki Tunggal Seta bahwa pengejaran ini tidak ada hasilnya sehingga sesampainya di Majapahit dilaporkan bahwa Tumenggung Citra Yuda benar-benar telah tewas. 

Pengejaran dihentikan, pasukan ditarik kembali ke Majapahit dikarenakan lokasi di sekitar Katumenggungan selalu saja gelap gulita yang menyebabkan prajurit Majapahit tidak dapat memasuki wilayah Katumenggungan. 

Maka diumumkanlah bahwa pengejaran (peperangan) telah selesai atau dihentikan (BADA). Bukan berarti parjurit Majapahit pengecut atau tidak berani berperang, merakapun berpamitan (PAMITA) kepada warga di sekitar Katumenggungan sehingga desa ini kelak bernama ‘BADAPAMITA’ yang sekarang menjadi Desa BADAMITA.

II. Katumenggungan Larangan

Tumenggung Citra Yuda memiliki seorang saudara laki-laki bernama Setya Guna dan seorang saudara perempuan yang bernama Dewi Anjani. Dewi Anjani merupakan ibunda dari si kera putih Hanoman. Hutan Larangan adalah tempat dimana Hanoman bersemedi/bertapa.

Di sana terdapat dua sumur yang sering disebut sebagai Sumur Bandung. Yang bisa mandi di sumur tersebut hanyalah Tumenggung Citra Yuda. Air dari sumur tersebut dapat menyembuhkan luka patah tulang akibat pertempuran dan luka-luka lainnya.

Hal inilah yang menjadi rahasia mengapa Tumenggung Citra Yuda selalu menang dalam peperangan, dikarenakan setiap prajurit yang terluka dapat sembuh seketika dengan menggunakan air dari Sumur Bandung tersebut.

Lokasi Sumur Bandung yang sampai saat ini masih dijaga oleh masyarakat Badamita berada di sebelah utara Lapangan Desa Badamita. Akan tetapi sekarang tinggal tetenger berupa batu dan sebuah pohon beringin. Walaupun hanya tetenger, akan tetapi dari kacamata mistis di lokasi ini masih menyimpan aura mistis yang besar sehingga tidak sembarang orang berani ke lokasi ini.

III. Asal Nama Dusun/Kopak

Dari cerita di atas disebutkan sebelum terjadinya acar pinangan Raja Durga Meluh kepada Dewi Anjani, bahwa Tumenggung Citra Yuda menerima tiga batang pohon pemberian Raja Durga Meluh yang ditanam di sekitar Katumenggungan, yaitu di sebelah selatan, barat dan utara. 

Setelah tiga setengah tahun ditanam belum pernah ditengok oleh Tumenggung Citra Yuda. Maka suatu hari Tumenggung Citra Yuda mengajak adik laki-lakinya yang bernama Setya Guna untuk berkeliling meninjau tiga lokasi penanaman batang pohon pemberian Raja Durga Meluh.

Setelah sampai disebelah barat ternyata tanamannya kelihatan subur. Karena Setya Guna senang bertani, maka tanah itu diberikan kepada Setya Guna dan diberi nama ‘MARGA YASA’. 

Lalu Tumenggung Citra Yuda melanjutkan perjalanan bersama adiknya ke arah selatan, waktu menginjak sore dan ketika menengok ke arah barat Tumenggung Citra Yuda melihat pelangi (TEJA) yang melengkung bersamaan dengan bebauan yang harum (SARI) sehingga tempat ini dinamakan ‘TEJA SARI’ (sekarang pedukuhan Teja Sari di wilayah Dusun Gendani Desa Badamita).

Dikarenakan menjelang malam, maka Tumenggung Citra Yuda memutuskan untuk pulang kembali ke Tumenggungan. Akan tetapi semakin jauh perjalanan bau harum tadi semakin menguat sehingga kelak tempat ini dinamakan ‘GANDANING’ yang sekarang menjadi Dusun Gendani.

Dalam perjalanan itu mereka menemui batangpohon pemberian raja yang ditanam sudah ada yang besar dan berbunga (KEMBANG) sehingga kopak ini dinamai Kopak ‘KEMBANG’.

Dalam perjalalanan pulang kembali menuju Tumenggungan, Tumenggung Citra Yuda memikirkan perihal bibit pohon yang berbungan adalah pemberian Raja sehingga tempat ini dberi nama ‘SOKA RAJA’ yang berarti SOKA (kembang) pemberian dari RAJA (Raja Durga Meluh).

Melanjutkan perjalanan ke arah utara Tumenggung Citra Yuda melihat bahwa ditempat kayu yang sudah ber-bunga (SOKA) sering dijadikan tempat berkumpulnya masyarakat (BANGSA) maka tempat ini dinamai Kopak ‘SOKA BANGSA’. 

Berjalan lagi terus ke arah timur Tumenggung Citra Yuda melihat tanaman yang berbunga (SOKA) itu nampak menyenangkan (WERA) sehingga tempat ini dinamai ‘SOKA WERA’. 

Kemudian melanjutkan perjalanan terus ke arah barat dan singgah di kandang kuda yang terbuat dari besi sehingga lokasi ini dinamakan Kopak ‘KANDANG WESI’ dan selanjutnya Tumenggung Citra Yuda beserta adik laki-lakinya Setya Guna melanjutkan perjalanan pulang ke Katumenggungan.

Terlepas dari benar atau tidaknya cerita asal usul Desa Badamita tersebut diatas, hendaknya kita menghormati cerita yang berkembang dan bukti-bukti pendukung sejarah yang dijaga secara turun menurun oleh masyarakat Desa Badamita sebagai sebuah kearifan lokal. Kita sebagai generasi penerus berkewajiban untuk menjaga dan melestarikannya.

#Sejarah Nama Desa Badamita
#Sejarah Nama Desa Margayasa
#Sejarah Nama Desa Tejasari
#Sejarah Nama Desa Kembang
#Sejarah Nama Desa Sokaraja
#Sejarah Nama Desa Sokawera
#Sejarah Nama Desa Kandangwesi



Sumber : http://www.badamita-banjarnegara.desa.id/index.php/first/artikel/57

Hanya Manusia Biasa yang ingin berbagi ilmu. Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

1 comment

  1. ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
    hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
    untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
    terimakasih ya waktunya ^.^